KOMPAS.com - Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) merupakan gerakan pertentangan antara pemerintah RI dan daerah yang terjadi pada 1950 di Sumatera.
Latar belakang munculnya gerakan PRRI adalah rasa tidak puas di daerah terhadap kebijakan pemerintah pusat pada saat itu.
Ketidakpuasan di daerah dipicu oleh adanya kesenjangan pembangunan di Pulau Jawa dan pulau-pulau lainnya.
Akibatnya, terjadi berbagai revolusi di daerah. Untuk menumpas pemberontakan PRRI, pemerintah melancarkan serangkaian operasi militer.
Baca juga: PRRI: Latar Belakang, Tuntutan, Anggota, Penumpasan, dan Dampaknya
Pascakemerdekaan, kondisi pemerintahan di Indonesia masih belum stabil, sehingga kesejahteraan dan pemerataan pembangunan pun terasa sulit.
Kesenjangan pembangunan yang terjadi di Pulau Jawa dan pulau-pulau lainnya kemudian memicu munculnya sentimen bahwa daerah dikesampingkan.
Sentimen ini kemudian mengakibatkan terjadinya upaya-upaya revolusi di daerah.
Buntut dari upaya-upaya tersebut adalah diklaimnya Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) oleh Letkol Ahmad Husein pada 15 Februari 1958.
Dalam pemberontakannya, PRRI mengajukan beberapa ultimatum. Salah satu ultimatum yang diberikan PRRI/Permesta kepada pemerintah pusat adalah presiden harus mencabut mandat Kabinet Djuanda.
Semenjak gerakan PRRI semakin gencar dilakukan, pemerintah pusat menganggap hal ini harus segera dihentikan.
Untuk itu, pemerintah melakukan operasi gabungan dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara Angkatan Perang RI (APRI) untuk menumpas gerakan PRRI.
Berikut ini serangkaian operasi militer yang dilakukan pemerintah untuk menumpas pemberontakan PRRI.
Baca juga: Gerakan Permesta: Latar Belakang, Tuntutan, dan Penumpasan
Operasi Tegas dimulai pada 12 Maret 1958 dengan sasaran Riau yang dipimpin oleh Let. Kol. Kaharuddin Nasution.
Pukul 05.00, operasi ini dimulai. Kemudian pada pukul 07.30, para kesatuan payung diterjunkan di Lapangan Udara Pekanbaru.
Tidak butuh waktu lama, Lapangan Udara Pekanbaru pun berhasil dikuasai. Setelah itu, Satuan Tanjung Pinang yang bernama Komando Kuat diberangkatkan untuk terjun dalam penumpasan.