Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kerajaan Klungkung: Sejarah, Raja-raja, dan Keruntuhan

Kompas.com - 23/11/2021, 13:00 WIB
Widya Lestari Ningsih,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kerajaan Klungkung adalah penerus Kerajaan Gelgel, yang pernah menjadi penguasa tunggal di Bali.

Oleh karena itu, rajanya diakui sebagai yang tertinggi di antara raja-raja di Bali dan memakai gelar Dewa Agung.

Kerajaan Klungkung didirikan oleh Dewa Agung Jambe pada 1668 di bagian tenggara Pulau Bali, atau tepatnya berada di Kabupaten Klungkung saat ini.

Sejak didirikan hingga keruntuhannya, kerajaan ini beberapa kali terlibat pertarungan sengit dengan Belanda.

Sejarah berdirinya Kerajaan Klungkung

Sejarah Kerajaan Klungkung dapat ditelusuri sejak pemberontakan yang menimpa Kerajaan Gelgel pada 1651.

Kala itu, patih Gelgel yang bernama Gusti Agung Maruti memimpin pemberontakan hingga berhasil merebut takhta kerajaan.

Selama pemerintahan Gusti Agung Maruti, putra raja sebelumnya yang bernama Dewa Agung Jambe melarikan diri ke Semarapura di Klungkung.

Di saat yang sama, wilayah bawahan Gelgel banyak yang melepaskan diri menjadi Badung, Bangli, Buleleng, Gianyar, Jembrana, Karangasem, Mengwi, dan Tabanan, yang memiliki pemerintahan sendiri.

Pada 1686, Dewa Agung Jambe berhasil merebut kembali kekuasaan leluhurnya dari Gusti Agung Maruti.

Setelah itu, pusat pemerintahan kerajaan dipindahkan ke istana Semarapura di Klungkung, tempat persembunyiannya.

Peristiwa ini menandai runtuhnya Kerajaan Gelgel dan dimulainya kekuasaan Kerajaan Klungkung.

Baca juga: Kerajaan Gelgel: Sejarah, Masa Kejayaan, Raja-raja, dan Keruntuhan

Raja-raja Kerajaan Klungkung

  • Dewa Agung Jambe I (1686-1722)
  • Dewa Agung Gede (1722-1736)
  • Dewa Agung Made (1736-1760)
  • Dewa Agung Sakti (1760-1790)
  • Dewa Agung Putra I Kusamba (1790-1809)
  • Dewa Agung Putra II (1815-1850) didampingi Dewa Agung Istri Kanya
  • Dewa Agung Putra III (1851-1903)
  • Dewa Agung Jambe II (1903-1908)
  • Dewa Agung Oka Geg (1929-1950)

Hubungan dengan Belanda

Di bawah kekuasaan Dewa Agung Putra II, Kerajaan Klungkung mulai menjalin hubungan baik dengan perusahaan dagang Belanda yang mendirikan kantor perwakilan di Bali.

Setelah berhasil mengadakan perjanjian dengan Badung, Huskus Koopman ditugaskan pemerintah Belanda untuk mendekati raja Klungkung.

Sebab, apabila Dewa Agung Putra II mau mengadakan perjanjian, maka Belanda akan semakin mudah menarik kesediaan raja-raja di Bali lainnya untuk menandatangani kesepakatan serupa.

Untuk memuluskan rencananya, Koopman memanfaatkan pedagang Denmark bernama Mads Lange, yang diketahui dekat dengan raja Klungkung.

Rencana Koopman berhasil, dan Dewa Agung Putra II bersedia menandatangani perjanjian damai dengan pemerintah Belanda pada 6 Desember 1841.

Namun, pada 24 Mei 1843, perjanjian tersebut diperbarui, di mana Belanda mulai mengurangi kedaulatan Kerajaan Klungkung.

Pasalnya, Dewa Agung Putra II diwajibkan menghapus Hukum Tawan Karang. Hukum yang disepakati kerajaan-kerajaan di Bali ini menyebut bahwa kerajaan berhak merampas dan menyita seluruh isi kapal yang terdampar di wilayahnya.

Menyadari isi perjanjian dapat menempatkan Klungkung dalam ancaman, para pejabat kerajaan pun tidak senang.

Baca juga: Kerajaan Bali: Berdirinya, Raja-raja, Kehidupan Sosial, dan Peninggalan

Perang Kusamba

Hubungan antara Klungkung dan penjajah memanas ketika ketika Klungkung memihak Buleleng yang tengah terlibat pertikaian dengan Belanda.

Kerajaan Klungkung dan pasukan Belanda akhirnya terlibat dalam Perang Kusamba pada 25 Mei 1849, yang mendatangkan kerugian besar bagi kedua belah pihak.

Dalam perang ini, Belanda kehilangan tujuh perwira tingginya serta 28 pasukan. Sedangkan Klungkung kehilangan 800 prajuritnya dan 1.000 mengalami luka-luka.

Menyadari keadaannya sangat terdesak, Belanda mengajukan perundingan. Namun, Dewa Agung Istri Kanya, saudara perempuan raja menolak.

Namun, Mads Lange kembali membantu Belanda membujuk Raja Kesiman dari Badung, agar meyakinkan Dewa Agung Putra II mau mengakhiri perang dengan jalan damai.

Berkat keahlian diplomasinya, Raja Klungkung dapat dibujuk untuk menandatangani perjanjian damai pada Juli 1849.

Kemunduran Kerajaan Klungkung

Setelah perjanjian itu, pamor Dewa Agung Putra II merosot drastis karena seperti kerajaan lain di Bali, kedudukannya berada di bawah pemerintah kolonial.

Satu tahun kemudian, raja meninggal dan digantikan oleh putranya yang bergelar Dewa Agung Putra III.

Baca juga: Puputan Jagaraga (1848-1849)

Dewa Agung Putra III berambisi membangkitkan kembali kekuasaan leluhurnya dulu dengan melakukan penaklukan.

Namun, sebelum ambisinya terpenuhi, Dewa Agung Putra III meninggal pada 1903 dan setelah itu takhta kerajaan jatuh ke tangan putranya yang bergelar Dewa Agung Jambe II.

Berbeda dengan sang ayah, raja baru ini dikenal lunak dan lebih memilih menghindarkan diri dari konfrontasi dengan Belanda.

Maka setelah Puputan Badung pada 1906, Belanda menghendaki raja Klungkung agar menandatangani perjanjian baru.

Runtuhnya Kerajaan Klungkung

Perjanjian baru yang ditandatangani membuat kerusuhan merebak di Klungkung, hingga mengundang invasi militer Belanda.

Akhirnya, terjadilah Puputan Klungkung pada 28 April 1908, yang menewaskan raja beserta para pengiringnya.

Sejak saat itu, Klungkung diduduki oleh pemerintah kolonial dan baru pada 1929, Dewa Agung Oka Geg diangkat oleh Belanda sebagai kepala swapraja Klungkung.

Dewa Agung Oka Geg memerintah hingga era kemerdekaan dan penghapusan berbagai swapraja di Kepulauan Nusantara.

 

Referensi:

  • Taniputera, Ivan. (2017). Ensiklopedi Kerajaan-Kerajaan Nusantara: Hikayat dan Sejarah. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com