KOMPAS.com - Sri Susuhunan Pakubuwono IV adalah raja Kasunanan Surakarta ketiga, yang bertakhta antara 1788-1820.
Selama berkuasa, ia dikenal sebagai raja pemberani yang tidak mau tunduk kepada Belanda dan seorang pemeluk Islam yang taat.
Sikap Pakubuwono IV itu kemudian memicu VOC membentuk aliansi dengan Hamengkubuwono I dan Mangkunegara I untuk melawannya.
Pakubuwono IV adalah putra Pakubuwono III yang ketika lahir pada 2 September 1768 diberi nama Raden Mas Subadya. Ibunya bernama GKR Kencana, permaisuri keturunan Sultan Demak.
Raden Mas Subadya naik takhta pada 29 September 1788, enam hari setelah wafatnya Pakubuwono III.
Setelah itu, ia menyandang gelar Sri Susuhunan Pakubuwono IV dan resmi menjadi raja Kasunanan Surakarta ketiga.
Pakubuwono IV juga dikenal sebagai Sunan Bagus, karena naik takhta pada usia muda (20 tahun) dan berwajah tampan.
Baca juga: Sri Susuhunan Pakubuwono V: Raja di Balik Lahirnya Serat Centhini
Berbeda dengan ayah dan kakeknya yang tunduk terhadap VOC, Pakubuwono IV adalah raja pemberani yang sangat membenci kehadiran bangsa Belanda.
Selain itu, sebagai pemeluk Islam yang taat, Pakubuwono IV mengangkat para ulama dalam pemerintahannya.
Namun, oleh para pejabat istana yang menganut Islam Kejawen, sikapnya dianggap terlalu keras, terutama dalam menyingkirkan para kerabat yang tidak sepaham dengannya.
Hal ini kemudian memicu konflik yang berujung pada Peristiwa Pakepung.
Peristiwa Pakepung terjadi pada November 1790, hanya dua tahun setelah Pakubuwono IV naik takhta.
Pakepung adalah insiden pengepungan Keraton Surakarta oleh persekutuan VOC, Hamengkubuwono I dari Kasultanan Yogyakarta, dan Mangkunegara I dari Kadipaten Mangkunegaran.
Ketiga pihak tersebut bekerjasama karena sama-sama menganggap gaya kepemimpinan Pakubuwono IV dapat membahayakan kedudukan mereka.
Tidak hanya itu, Pakubuwono IV juga mendapatkan tekanan dari dalam istananya sendiri, yang menuntut agar para penasihat rohaninya segera disingkirkan.