Langkah ini dilakukan karena sebelumnya pasti sudah mendapatkan restu dari guru atau kiainya terlebih dahulu.
Selanjutnya masjid akan menjadi pusat pendidikan tradisional pesantren.
Elemen lain dalam pendidikan pondok pesantren adalah pengajaran kitab-kitab klasik.
Pengajaran kitab klasik ini tujuan utamanya adalah mendidik santri menjadi calon ulama yang setia terhadap pemahaman agama Islam.
Pemahamaan terkait kitab klasik sendiri tidak begitu jelas, namun pada umumnya kitab klasik ini populer dengan "kitab kuning".
Mayoritas sarjana sepakat bahwa Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik, salah satu wali songo, adalah polopor dari sistem pendidikan tradisional ini.
Hal ini didasarkan pada perannya dalam menyebarkan Islam di Tanah Jawa, khususnya di wilayah pesisir pantai utara.
Sunan Gresik memiliki banyak pengikut yang dianggap sebagai santri atau murid.
Selain itu, Sunan Gresik diduga menjadikan Langgar Bubrah di Kudus sebagai awal dari pendidikan untuk menyebarkan agama Islam.
Tak jauh dari langgar itu ada bangunan dalem yang digunakan sebagai tempat kegiatan juga.
Wali songo lain, Sunan Ampel di Surabaya, juga dipastikan memiliki bangunan seperti pesantren sebagai pusat menyiarkan agama Islam.
Sunan Ampel juga dipastikan memiliki banyak pengikut.
Baca juga: Hari Santri, Wapres Minta Santri dan Pesantren Kontribusi Majukan Bangsa
Pada perkembangannya, pondok pesantren tidak hanya menjadi pusat penyiaran agama Islam. Melainkan memperlebar ajarannya dengan mempertajam kesadaran sosial bagi santrinya.
Sistem pendidikannya tidak lagi hanya soal keagamaan dan hubungan manusia dengan tuhan, melainkan menyentuh persoalan yang dialami masyarakat saat itu.
Pada era kolonial Belanda, pondok pesantren dibatasi ruang geraknya dan berusaha didiskreditkan.