Meski sempat mendapatkan perlawanan dari pendukung Pangeran Diponegoro, Belanda berhasil membumihanguskan Tegalrejo.
Sementara itu, Pangeran Diponegoro berhasil menyingkir ke Desa Selarong, di mana ia menyusun strategi perang.
Berikut ini beberapa strategi Perang Diponegoro.
Perang Diponegoro dipimpin langsung oleh Pangeran Diponegoro, yang didampingi pamannya, Pangeran Mangkubumi, Ali Basyah Sentot Prawirodirjo sebagai panglima muda, dan Kiai Mojo bersama murid-muridnya.
Tiga minggu setelah penyerbuan Tegalrejo, pasukan Diponegoro menyerang dan keraton Yogyakarta dan berhasil mendudukinya.
Keberhasilan ini kemudian disusul dengan kemenangan di beberapa daerah pada tahun-tahun awal berkobarnya Perang Diponegoro.
Pergerakan pasukan Pangeran Diponegoro pun meluas ke daerah Banyumas, Kedu, Pekalongan, Semarang, dan Rembang.
Kemudian ke arah timur mencapai Madiun, Magetan, Kediri, dan sekitarnya, hingga disebut mampu menggerakkan kekuatan di seluruh Jawa.
Selain itu, semua kekuatan dari rakyat, bangsawan, dan ulama bersatu untuk melawan kekejaman Belanda.
Selama perang, Pangeran Diponegoro menerapkan strategi perang gerilya dan perang atrisi (penjemuan).
Baca juga: Benteng Stelsel, Taktik Belanda untuk Kalahkan Pangeran Diponegoro
Menghadapi perlawanan Diponegoro yang terus meluas, Jenderal de Kock sebagai pemimpin perang Belanda memutuskan untuk mengubah strategi, yaitu dengan sistem Benteng Stelsel.
Dengan strategi ini, perlawanan Diponegoro di berbagai tempat berhasil dilumpuhkan Belanda hingga ruang geraknya menjadi semakin sempit.
Selain itu, para pemimpin yang membantu Pangeran Diponegoro banyak yang tertangkap.
Kendati demikian, belum ada tanda-tanda bahwa perlawanan Diponegoro akan berakhir.
Perang Diponegoro merupakan perang terbesar selama penjajahan Belanda di Indonesia. meskipun demikian, perjuangan Pangeran Diponegoro harus berakhir karena pemerintah kolonial Belanda berhasil membujuk pangeran Diponegoro agar menyerah.