Tindakan raja ini semakin menimbulkan keguncangan di Suku Sasak. Alhasil, Guru Bangkol menyerukan panggilan kepada masyarakat untuk melawan kesewenang-wenangan raja.
Pada 7 Agustus 1891, ratusan penduduk Sasak menyerang dan membakar rumah-rumah milik penguasa Bali di Lombok.
Raja merespon pemberontakan dengan mengerahkan sekitar 3.000 pasukan dari Lombok Barat dan 6.000 pasukan dari Lombok Timur.
Meski dikepung dengan ribuan pasukan, Desa Praya ternyata masih mampu mengimbangi kekuatan kerajaan.
Perang pun berlangsung hingga tiga tahun kemudian. Namun, keadaan segera berubah ketika kekuatan kolonial Belanda ikut campur.
Kekuasaan Mataram dan Pulau Lombok telah lama menjadi incaran Belanda. Ketika perlawanan Sasak semakin meluas, kesempatan untuk ikut campur pun terbuka lebar.
Terlebih lagi, penduduk Sasak telah melayangkan surat permohonan bantuan kepada Belanda sejak 1891.
Pada 1892, Belanda mulai terlibat Perang Lombok dengan memblokade pasokan persenjataan untuk kerajaan.
Namun, langkah ini ternyata tidak cukup untuk menghentikan Mataram. Belanda pun mulai menduga bahwa Kerajaan Mataram tidak lagi mengakui kekuasaannya, seperti yang tertuang dalam perjanjian mereka pada 1843.
Baca juga: Perang Guntung, Pemberontakan Rakyat Siak Melawan Belanda
Ketika surat ultimatum dari Gubernur Jenderal van der Wick agar Mataram menyerah juga tidak digubris, Belanda akhrinya menurunkan ekspedisi berkekuatan ratusan perwira dan ribuan prajurit yang berangkat dengan tiga kapal perang dari Batavia, yaitu Prins Hendrik, Koningin Emma, dan Tromp.
Ekspedisi militer ini dipimpin oleh Mayor Jenderal J.A. Vetter dan Mayor Jenderal Petrus van Ham.
Untuk menghadapi Belanda, strategi perang yang diterapkan Kerajaan Mataram adalah menghindari pertempuran terbuka.
Pasukan kerajaan justru menyergap kamp militer Belanda pada 25 Agustus 1894. Serangan mendadak ini pun berhasil menewaskan 500 orang, termasuk Mayor Jenderal Petrus van Ham.
Meski kehilangan hampir separuh kekuatannya, Belanda tidak langsung membalas dan memilih untuk menunggu bantuan.
Pada 3 September 1894, persenjataan mutrakhir dan pasukan bantuan yang dipimpin oleh Jenderal Sagov dan Kolonel J.J.K. de Moulin akhirnya tiba.