KOMPAS.com - Petisi Sutardjo digagas oleh Sutardjo Kartohadikusumo, Ketua Persatuan Pegawai Bestuur/Pamongpraja Bumiputra (PPBB) pada 15 Juli 1936.
Petisi ini dibuat karena adanya rasa ketidakpuasan di kalangan rakyat terhadap pemerintah akibat kebijakan politik yang dijalankan Gubernur Jenderal de Jonge.
Isi dari petisi ini adalah pemberian kepada Indonesia sebuah pemerintahan yang berdiri sendiri dalam batas Pasal 1 UUD Belanda.
Akan tetapi, Petisi Sutardjo ditolak pada 14 November 1938, karena bangsa Indonesia dianggap masih belum matang untuk memerintah diri sendiri.
Baca juga: Mengapa LBB Gagal Mewujudkan Perdamaian Dunia?
Tercetusnya Petisi Sutardjo didasari oleh rasa ketidakpuasan rakyat akan kebijakan pemerintahan yang dijalankan oleh Gubernur Jenderal de Jonge.
Soetardjo kemudian mengusulkan petisinya pada 15 Juli 1936 kepada pemerintah, Ratu Wilhelmina, serta Staten Generaal (Parlemen) di Belanda.
Petisi ini juga ditandangani oleh IJ Kasimo, GSSJ Ratulangi, Datuk Tumenggung, dan Ko Kwat Tiong.
Baca juga: Yayasan Amai Setia: Latar Belakang dan Perkembangannya
Isi Petisi Sutardjo adalah permohonan supaya diselenggarakan suatu musyawarah antara wakil-wakil Indonesia dan Belanda di mana para anggotanya memiliki hak yang sama.
Tujuannya adalah untuk menyusun suatu rencana yang isinya adalah pemberian kepada Indonesia sebuah pemerintahan yang berdiri sendiri dalam batas Pasal 1 UUD Belanda.
Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa Kerajaan Belanda meliputi wilayah Belanda, Hindia Belanda, Suriname, dan Curacao.
Pelaksanaannya akan dilakukan berangsur-angsur dalam waktu 10 tahun sembari menyiapkan kemerdekaan Indonesia.
Selain itu, Sutardjo juga beranggapan penting untuk memiliki hubungan baik antara Indonesia dengan Belanda.
Agar hubungan keduanya berhasil, maka perlu dilakukan perubahan dalam bentuk dan susunan pemerintahan Indonesia.
Adapun perubahan-perubahan yang dimaksud adalah:
Baca juga: Pralaya Medang, Serangan yang Meruntuhkan Kerajaan Mataram Kuno
Usul dari petisi ini kemudian mendapatkan reaksi baik dari pihak Indonesia maupun Belanda.