Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Serangan Umum Surakarta: Latar Belakang, Kronologi, dan Penyelesaian

Kompas.com - 04/08/2021, 13:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Serangan Umum Surakarta atau yang juga disebut Serangan Umum Empat Hari terjadi sejak 7 hingga 10 Agustus 1949. 

Pertempuran ini dilakukan secara gerilya oleh para pejuang, pelajar, dan mahasiswa. 

Serangan yang berlangsung selama empat hari ini berakhir dengan pihak Indonesia yang setuju menarik pasukan mereka. 

Belanda juga berjanji tidak akan melakukan teror dan serangan terhadap masyarakat sipil.  

Serangan Umum Surakarta ini telah memakan kurang lebih 190 penduduk sipil Indonesia. 

Akan tetapi, di balik dampak tersebut, terdapat dampak positif yang juga dapat diambil. 

Serangan yang dilakukan Tentara Pelajar berhasil memperkuat posisi tawar politik di Indonesia di Konferensi Meja Bundar (KMB), Den Haag.

Hasilnya, kedaulatan Republik Indonesia diakui pada 27 Desember 1949.

Baca juga: Gerakan Aceh Merdeka: Latar Belakang, Perkembangan, dan Penyelesaian

Latar Belakang

Pada awal Agustus 1949, Panglima Divisi II Surakarta, Kolonel Gatot Subroto jatuh sakit.

Kejadian ini turut membuat tentara Surakarta merasakan pilu. 

Kondisi di Surakarta juga semakin menegangkan setelah diketahui markas Kolonel Gatot Subroto diserang oleh Belanda hingga hancur. 

Serangan itu dipimpin oleh Letnan van Heek. Ia menggelar operasi militer dengan kode "steenwijk". 

Fokus utama dari operasi ini adalah pusat gerilya di Desa Balong, tempat persembunyian pemancar radio republik.

Beruntungnya, Gatot Subroto bersama pasukannya telah lebih dulu berhasil meninggalkan markas sebelum serangan terjadi.

Kehancuran markas Subroto ini kemudian menyulut kemarahan anak buahnya. 

Mayor Achmadi, komandan Detasemen Tentara Pelajar Brigade XVII dan Sub Wehrkreise (SWK) 106 Ardjuna, ingin balas dendam.

Rencananya, serangan akan dilakukan pada 7 Agustus 1949. 

Target utamanya adalah merebut posisi strategis sebelum Jenderal Soedirman memerintah untuk memberhentikan baku tembak. 

Selain untuk balas dendam, Serangan Umum Surakarta juga terjadi dengan didasari keinginan para pejuang kemerdekaan untuk menunjukkan bahwa Indonesia masih ada dan kuat. 

Baca juga: Kubilai Khan, Penguasa Terbesar Asia

Kronologi

Serangan Umum Surakarta dimulai pukul 06.00 pagi tanggal 7 Agustus 1949. 

Pada hari itu, pasukan SWK 106 Ardjuna menyusup dan menguasai perkampungan di Surakarta. 

Kemudian, sesuai dengan rencana yang sudah ditetapkan, pasukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) menyerang Belanda dari semua penjuru.

Di hari kedua, 8 Agustus 1949, pertempuran terjadi hingga tengah malam. 

Kala itu, TNI membantu serangan dengan memasang berbagai rintangan di jalan sekitas Pasar Kembang. 

Akan tetapi, rencana ini telah diketahui oleh Belanda. Akibatnya, terdapat 26 orang yang ditangkap Belanda, termasuk wanita dan anak-anak. 

Kemudian, Belanda membunuh 24 dari mereka yang berhasil ditangkap. Kian hari kondisi Belanda semakin terdesak. 

Pesawat Dakota milik Belanda juga ditembaki ketika hendak mendarat di Landasan Udara Panasan (Bandara Adi Soemarmo). 

Kemudian, pada 10 Agustus 1949, Slamet Riyadi bersama pasukannya, Brigade V, melancarkan aksinya. 

Slamet Riyadi menyebut serangan ini sebagai Afscheidsaanval atau serangan perpisahan. Pada akhirnya, serangan ini benar-benar sebagai serangan perpisahan. 

Pada 11 Agustus 1949, keduanya memutuskan untuk melakukan gencatan senjata. 

Baca juga: Pertempuran Laut Aru: Penyebab, Kronologi, dan Dampak

Penyelesaian 

Akan tetapi, Belanda tetap melakukan serangan. Pada 11 Agustus 1949, Belanda menyerang warga di beberapa lokasi. 

Akibatnya, beberapa penduduk sipil tewas.

Lebih lengkapnya, di Sambeng 32 orang tewas, Pasar Nongko 67 tewas, Serengan 47 tewas, Padmonegaran Gading 21 tewas, dan Pasar Kembang 24 tewas. 

Siang harinya, Kolonel van Ohl mewakili Belanda berunding bersama Slamet Riyadi.

Dalam perundingan ini, Belanda meminta Indonesia untuk menarik mundur pasukannya sampai batas kota.

Selain itu, barikade juga harus dibersihkan. 

Setelah mendapatkan keputusan, urusan keamanan kota kemudian diserahkan kepada Mayor Achmadi selaku Komando Militer Kota Solo, tangga 24 Agustus 1949. 

Baca juga: Insiden Hotel Yamato, Perobekan Bendera Belanda di Surabaya

Dampak

Di balik banyaknya korban jiwa yang berjatuhan dalam Serangan Umum Surakarta, terdapat dampak positif yang juga bisa diambil.

Serangan yang dilakukan Tentara Pelajar berhasil memperkuat posisi tawar politik di Indonesia di Konferensi Meja Bundar (KMB), Den Haag. 

Hasilnya, kedaulatan Republik Indonesia diakui pada 27 Desember 1949. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com