Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sultan Himayatuddin Muhammad Saidi: Kepemimpinan dan Perjuangan

Kompas.com - 30/07/2021, 15:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

Setelah pertempuran panjang, Gowa berhasil dikalahkan.

Keberhasilan VOC ini memunculkan adanya perjanjian antara Kesultanan Buton dan VOC.

Pada 31 Januari 1666, di atas kapal Thertolen, terjadi kesepakatan atas perjanjian tersebut. 

Pokok perjanjiannya adalah semua pohon cengkeh dan pala harus dimusnahkan di seluruh Kepulauan Tukang Besi terutama di Kaledupa dan Wangi-Wangi. 

Sebagai gantinya, VOC akan membayar 100 ringgit setiap tahunnya. 

Baca juga: Depati Amir: Kehidupan, Perjuangan, dan Akhir Hidup

Perlawanan

Hubungan antara Kesultanan Buton dan VOC tidak berlangsung lama.

Ketika Sultan Himayatuddin Muhammad Saidi naik tahta tahun 1751, ia menganggap bahwa perjanjian ini adalah penghinaan terhadap Kesultanan Buton. 

Selain itu, perjanjian ini juga memberikan dampak kerugian yang membuat kondisi ekonomi masyarakat Buton jadi menurun. 

Pada Juli 1752, terjadi peristiwa perampokan kapal Rust en Werk di Perairan BauBau.

Perampokan inilah yang menjadi pemicu perlawanan Buton terhadap VOC.

Seperti pada perjanjian 1667, harusnya Sultan Himayatuddin Muhammad Saidi membantu VOC, tetapi yang dilakukan justru sebaliknya. 

Pada 24 Februari 1755, VOC mulai melancarkan ekspedisi militer ke BauBau dan Benteng Kraton Buton. 

Karena kalah persenjataan, pasukan Buton pun terdesak. 

Sejak saat itu, Kesultanan Buton telah dipimpin oleh beberapa Sultan. Namun, semuanya tidak berusia lama. 

Sampai akhirnya, Sultan Himayatuddin Muhammad Saidi kembali diangkat menjadi Sulton Buton ke-23. 

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com