KOMPAS.com - Setelah Jepang berhasil menduduki Indonesia pada 1942, banyak serangkaian peristiwa bersejarah terjadi.
Mulai dari penculikan Soekarno dan Moh Hatta hingga ke Rengasdengklok sampai terjadinya proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, akhirnya terjadi dengan berbagai rintangan. Salah satunya penolakan dari Mayor Jenderal Nishimura, Kepala Departemen Umum Pemerintahan Jepang.
Baca juga: Sugiyono Mangunwiyoto: Masa Muda, Kiprah, dan Kematiannya
Pada 6 Agustus 1945, Amerika Serikat mengirimkan bom atom di Hiroshima.
Pada 9 Agustus, Rusia mengumumkan perang terhadap Jepang dan bersamaan dengan itu kota Nagasaki di Jepang telah dijatuhi bom atom yang kedua.
Kaisar Jepang, Hirohito, mulai menyadari bahwa ambisinya untuk membantun Asia Timur Raya tidak akan tercapai akibat dari peristiwa pengeboman tersebut.
Kaisar Jepang kemudian memerintahkan pasukannya untuk menghentikan perang.
Pada 7 Agustus 1945, diumumkan pembentukan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Dengan adanya PPKI, pemerintah Jepang mengisyaratkan bahwa bangsa Indonesia bebas beprendapat dan melakukan kegiatan sesuai kesanggupan mereka.
Jepang juga menjanjikan kemerdekaan kepada Indonesia.
Kesepakatan ini terjadi di Dalat, Vietnam Selatan, yang dihadiri oleh Soekarno, Moh. Hatta, dan Radjiman Wedyodiningrat.
Pada 14 Agustus 1945, ketiga tokoh ini sudah kembali ke tanah air.
Sementara itu, golongan pemuda, telah mendengar bahwa Sekutu telah memberi ultimatum pada Jepang untuk menyerah tanpa syarat.
Tanggal 15 Agustus 1945, Jepang menuruti ultimatum tersebut.
Berita kekalahan ini kemudian disembunyikan oleh pihak Jepang agar tidak diketahui oleh Indonesia.
Namun, golongan pemuda, mendengar berita kemunduran Jepang ini melalui sebuah radio.
Oleh sebab itu, golongan pemuda pun mengatakan kepada golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, tetapi ide ini ditolak.
Golongan tua masih berpegang teguh pada PPKI.
Sampai akhirnya, untuk menjauhkan mereka dari pengaruh Jepang, golongan muda menculik Soekarno-Hatta dan mengasingkan mereka ke Rengasdengklok.
Setelah melalui berbagai perundingan, tercapailah kesepakatan bahwa Soekarno-Hatta bersedia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, selambat-lambatnya 17 Agustus 1945.
Baca juga: Katamso Darmokusumo: Kehidupan, Karier Militer, dan Kematiannya
Setelah Soekarno-Hatta kembali tiba di Jakarta, mereka menuju rumah Jenderal Mayor Nishimura untuk menyatakan keinginan PPKI dan meminta kemerdekaan Indonesia.
Namun, Nishimura dengan tegas menolak permintaan tersebut.
Jenderal Nishimura tidak memberikan izin kepada Soekarno dan Moh. Hatta untuk melaksanakan kemerdekaan karena Nishimura bersikeras mempertahankan status quo atau keadaan tetap Indonesia.
Hal ini juga berkaitan dengan perjanjian antara pemerintah Jepang dan pihak Sekutu.
Larangan perubahan status quo itu berarti bahwa pemerintah jepang tidak membenarkan terjadinya proklamasi kemerdekaan.
Karena, dengan adanya proklamasi maka akan melahirkan Negara Indonesia Merdeka dan itu berarti akan mengubah status quo.
Mendengar hal ini, Bung Hatta dengan tegas menjelaskan bahwa apapun yang terjadi, Indonesia akan tetap segera memproklamasikan kemerdekaan.
Akhirnya, setelah merumuskan naskah proklamasi, Soekarno pun mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Indonesia dinyatakan merdeka.
Baca juga: Iswahyudi: Pendidikan, Kiprah, Perjuangan, dan Akhir Hidupnya
Referensi: