Menjelas usia dewasa, mulai terlihat bakat dari Thaha untuk menjadi diplomat.
Hal ini terbukti, saat berusia 21 tahun, Thaha diutus pergi ke Malaya (Malaysia), Singapura, dan Patani untuk memperkuat hubungan dagang antara Jambi dengan ketiga negara ini.
Semasa bertugas, muncullah rasa semangat dari Thaha untuk memperbaiki serta meningkatkan segi-segi kehidupan rakyat Jambi.
Sebelum memegang pemerintahan Jambi, Thaha sudah bermimpi untuk memperbaiki kehidupan rakyat, memajukan pendidikan, dan menyebarluaskan agama Islam.
Namun, keinginannya ini tidaklah akan terwujud apabila Belanda masih berada di Jambi.
Oleh karena itu, Sultan Thaha berusaha mengusir orang-orang Belanda tersebut dari Jambi.
Pada 1841, ayah dari Sultan Thaha meninggal dunia. Sebagai gantinya, Abdulrahman, paman Thaha pun diangkat untuk menduduki posisi ayahnya.
Bersamaan dengan ini, Sultan Thaha pun diangkat sebagai Pangeran Ratu (Perdana Menteri).
Menjabat sebagai Pangeran Ratu, Thaha mulai mempunyai kesempatan untuk menggapai cita-citanya.
Ia masih melihat bahwa banyak rakyat Jambi yang saat itu masih minim dalam dunia pendidikan, salah satunya buta huruf.
Hal ini pun menjadi masalah yang diperhatikan oleh Thaha, sehingga dalam sidang Dewan Menteri pertama ia megeluarkan enam perintah, yaitu:
Dari keenam perintah ini maka dapat dilihat bahwa Thaha sangat memperhatikan kesejahteraan rakyatnya.
Pada 1855, Sultan Abdurahman, pamannya meninggal.
Sultah Thaha pun ditunjuk untuk memegang kekuasaan kesultanan dengan pusat kesultanan Keraton Tanah Pilih.
Saat Sultan Thaha mulai menjabat sebagai Sultan Jambi, perlawanan rakyat terhadap Belanda pun berlangsung dengan sengit.