Saat Supeno sedang menuju ke arah Yogyakarta, ia merasakan ada sesuatu yang tidak beres. Benar saja, pusat pemerintahan telah diduduki oleh Belanda.
Dari Prambanan, Supeno memutar balik mobilnya menuju Tawangmangu. Di sana, ia bergabung bersama para pejabat lain yang lolos dari penangkapan.
Setelah berkoordinasi di Tawangmangu, diputuskan bahwa masing-masing pejabat akan bergerilya dan berpindah-pindah lokasi, sampai situasi terkendali.
Beberapa bulan setelah bergerilya, Supeno dan rombongannya berhasil tertangkap di Desa Ganter, Nganjuk, Jawa Timur.
Saat itu, Belanda sedang menyerbu wilayah Ganter pada 24 Februari 1949. Tentara Belanda pun menyuruhnya jongkok dan mulai menginterogasi.
Supeno pun sempat mengelak. Ia mengatakan bahwa dirinya merupakan penduduk daerah, tetapi Belanda tetap tidak percaya.
Akhirnya, karena masih terus mengelak, Supeno pun ditembak di bagian pelipisnya.
Ia tewas seketika. Tubuh Supeno disemayamkan di Nganjuk.
Setahun kemudian, jenazahnya dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta.
Atas jasanya, Supeno pun diberi gelar Pahlawan Nasional Indonesia. Namanya juga diabadikan menjadi nama jalan di Kota Semarang.
Patung Supeno pun dibangun di Kompleks Stadion Jatidiri, Semarang.
Referensi: