Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sri Susuhunan Pakubuwono VI: Kehidupan, Penangkapan, dan Akhir Hidup

Kompas.com - 12/05/2021, 16:32 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sri Susuhunan Pakubuwono VI adalah raja Kasunanan Surakarta yang memerintah sejak 1823 sampai 1830.

Ia juga dijuluki sebagai Sinuhun Bangun Tapa karena kegemarannya melakukan tapa brata.

Tapa brata adalah menahan hawa nafsu, berpantang, dan sejenisnya.

Semasa ia memimpin Kasunanan Surakarta, Pakubuwono VI telah melakukan persekutuan dengan Pangeran Diponegoro.

Ia mendukung perjuangan Pangeran Diponegoro yang memberontak kesultanan Yogyakarta dan pemerintah Hindia Belanda.

Berkat aksinya tersebut, ia juga menjadi incaran Belanda. 

Sunan Pakubuwono VI telah dikukuhan sebagai Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI No. 294 Tahun 1964, pada 17 November 1964.

Baca juga: Jenderal Gatot Subroto: Kehidupan, Karier Militer, dan Perjuangannya

Kehidupan

Nama asli dari Sunan Pakubuwono VI adalah Raden Mas Sapardan, putra dari Pakubuwono V.

Raden Mas Sapardan lahir pada 26 April 1807. 

Setelah ia menginjak usia 16 tahun, pada 15 September 1823, Pakubuwono VI naik tahta setelah kematian sang ayah. 

Pakubuwono VI adalah pendukung perjuangan Pangeran Diponegoro. 

Saat itu, Pangeran Diponegoro tengah memberontak terhadap Kesultanan Yogyakarta dan pemerintah Hindia Belanda sejak 1825. 

Namun, karena ia adalah seorang raja yang terikat perjanjian dengan Belanda, Pakubuwono VI berusaha menutupi persekutuan tersebut.

Pangeran Diponegoro juga sempat menyusup ke dalam keraton Surakarta untuk berunding dengan Pakubuwono VI seputar Mangkunegaran dan Madura.

Dalam perang melawan Pangeran Diponegoro, Pakubuwono VI menjalankan aksi ganda.

Ia berpura-pura memberikan bantuan kepada Belanda dengan mengirim pasukan. 

Baca juga: GSSJ Ratulangi: Pendidikan, Kiprah, dan Akhir Hidupnya

Penangkapan

Sesudah Perang Diponegoro berakhir, pemerintah Belanda kembali menata kerajaan Yogyakarta dan Surakarta. 

Artinya, Belanda tengah menentukan daerah-daerah mana saja yang akan mereka kuasai.

Khusus untuk Kesunanan Surakarta dibentuk sebuah badan bernama Commissarissen ter Bepaling der Zaken te Surakarta (para komisaris yang bertugas untuk menetapkan urusan di Surakarta).

Pangeran Diponegoro sendiri berhasil ditangkap oleh Belanda pada 28 Maret 1830.

Setelah Pangeran Diponegoro, Pakubuwono VI adalah sasaran selanjutnya.

Kecurigaan Belanda terhadap Pakubuwono VI didasari dengan penolakan Pakubuwono VI atas penyerahan beberapa wilayah Surakarta kepada Belanda.

Belanda berusaha untuk mencari bukti dengan menangkap Mas Pajangswara, juru tulis keraton.

Namun, Pajangswara enggan untuk memberikan informasi terkait hubungan antara Pakubuwono VI dengan Pangeran Diponegoro.

Ia pun tewas setelah disiksa secara kejam.

Pada 8 Juni 1830, Pakubuwono VI berhasil ditangkap di Mancingan oleh Residen Yogyakarta Van Nes dan Letnan Kolonel B. Sollewijn. 

Belanda pun mengasingkan Pakubuwono VI ke Ambon pada 8 Juli 1830.

Baca juga: Danudirja Setiabudi (Ernest Douwes Dekker): Kehidupan dan Perjuangan

Akhir

Pakubuwono VI meninggal di Ambon pada 2 Juni 1849. 

Menurut laporan resmi dari Belanda, ia meninggal karena kecelakaan saat sedang pesiar di laut.

Pada 1957, jasad Pakubuwono VI dipindahkan dari Ambon ke Astana Imogiri, yaitu kompleks pemakaman keluarga raja keturunan Mataram.

Ketika makam digali, ditemukan bukti adanya bolongan di bagian dahi di tengkorak Pakubuwono VI.

Melihat hal itu, Pakubuwono VI pun diperkirakan meninggal dengan cara ditembak pada dahi.

Sunan Pakubuwono VI ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI No. 294 Tahun 1964 pada 17 November 1964. 

Referensi: 

  • Andjar Any. (1980). Raden Ngabehi Ronggowarsito, Apa yang Terjadi? Semarang: Aneka Ilmu.
  • M.C. Ricklefs. (1991). Sejarah Indonesia Modern (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
  • Joko Subroto & Suripto. (1995).Ikhtisar Biografi Pahlawan-Pahlawan Indonesia. Solo: CV Aneka.
  • Purwadi. (2007). Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com