Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

GSSJ Ratulangi: Pendidikan, Kiprah, dan Akhir Hidupnya

Kompas.com - 10/05/2021, 18:59 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Gerungan Saul Samuel Jacob Ratulangi atau yang dikenal dengan nama Sam Ratulangi adalah politikus, jurnalis, dan guru dari Sulawesi Utara.

Selain itu, ia juga merupakan gubernur pertama di Sulawesi yang menjabat sejak 2 September 1945-30 Juni 1949.

Sam Ratulangi dikenal dengan filsafatnya "si tou timou tumou tou" yang berarti, manusia baru dapat disebut sebagai manusia, jika sudah dapat memanusiakan manusia. 

Ratulangi juga sempat menjadi anggota PPKI dan menghasilkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia.

Baca juga: Balaputradewa, Pembawa Kejayaan Kerajaan Sriwijaya

Pendidikan

Sam Ratulangi lahir pada 5 November 1890 di Tondano, Minahasa.

Ia mengawali pendidikannya di sekolah dasar Belanda atau Europeesche Lagere School (ELS). 

Kemudan, Sam melanjutkannya di Hoofden School di Tondano. 

Pada 1904, Sam berangkat ke Jawa untuk menempun pendidikan Dokter Hindia Belanda (STOVIA) di Batavia setelah menerima beasiswa dari sekolah tersebut. 

Namun, begitu sampai di Batavia, Sam justru berubah pikiran. Ia belajar di sekolah menengah teknik Koningen Wilhelmina School. 

Setelah lulus pada 1908, ia mulai bekerja di konstruksi rel kereta api di daerah Priangan Selatan, Jawa Barat. 

Selama bekerja di sana, Sam telah banyak menerima perlakuan tidak adil dalam hal upah dan penginapan karyawan dibandingkan dengan karyawan Indo. 

Baca juga: Jong Islamieten Bond: Latar Belakang, Tujuan, dan Tokoh

Perhimpunan Indonesia 

Pada tahun 1912, Sam pergi ke Amsterdam untuk melanjutkan studinya selama dua tahun. 

Namun, ia tidak dapat menyelesaikan pendidikannya, karena tidak diizinkan untuk mengikuti ujian. 

Hal ini disebabkan karena Sam tidak memiliki sertifikat tingkat SMA. 

Kemudian, ia mendaftarkan diri dan diterima di Universitas Zurich di Swiss. 

Selama di Amsterdam, Sam sering bertemu dengan Sostro Kartono, kakak dari RA Kartini dan tiga pendiri Indische Partij. 

Mereka adalah Douwes Dekker, Cipto Mangunkusumo, dan Soewardi Suryaningrat. 

Ia pun aktif dalam organisasi Perhimpunan Indonesia (Indische Vereeniging). 

Tujuan dari organisasi ini adalah untuk memajukan kepentingan-kepentingan bersama dari orang-orang yang berasal dari Indonesia. 

Pada 1914, Sam terpilih menjadi ketua Perhimpunan Indonesia. 

Semasa kepemimpinannya, ia aktif menulis artikel-artikel, salah satunya bertajuk Sarekat Islam yang diterbitkan di Onze Kolonien (1913). 

Ia menuliskan tentang pertumbuhan koperasi pedagang lokal Sarekat Islam dan juga memuji gerakan Budi Utomo. 

Baca juga: Jong Bataks Bond: Latar Belakang dan Tokoh-tokohnya

Kembali ke Indonesia

Pada 1919, Sam kembali ke Indonesia. 

Ia dipindah ke Yogyakarta untuk mengajar matematika dan sains di sekolah teknik Prinses Juliana School.

Setelah tiga tahun, Sam memulai perusahaan asuransi bernama Assurantie Maatschappij Indonesia bersama Roland Tumbelaka, seorang dokter asal Minahasa. 

Pada 1923, Sam dicalonkan oleh Partai Perserikatan Minahasa untuk menjadi sekretaris badan perwakilan daerah Minahasa di Manado. 

Ia menjabat selama periode 1924 sampai 1927. 

PPKI

Pada awal Agustus 1945, Sam diangkat untuk menjadi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mewakili Sulawesi. 

Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan oleh Soekarno, keesokan harinya PPKI menggelar rapat.

Rapat tersebut turut dihadiri Sam Ratulangi dan menghasilkan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. 

Baca juga: Raja Cheoljong: Sejarah, Masa Pemerintahan, dan Kisah Tragis

Akhir 

Pada waktu Agresi Militer Belanda II, Yogyakarta dikuasai oleh Belanda. 

Para pemimpin Indonesia, termasuk Soekarno-Hatta ditangkap dan diasingkan ke Bangka. 

Sam sendiri juga ditangkap oleh Belanda pada 25 Desember 1948. Pada 12 Januari 1949, ia dipindahkan ke Jakarta dan kemudian ke Bangka.

Namun, karena memiliki masalah kesehatan, Sam pun diizinkan untuk tinggal di Jakarta sebagai tahanan rumah. 

Sam meninggal pada 30 Juni 1949.  Jenazahnya dimakamkan sementara di Tanah Abang. 

Kemudian, pada 23 Juli 1949, Sam dibawa ke Manado dengan kapal KPM Swartenhondt. 

Kapal tersebut sampai di Manado pada 1 Agustus 1949. Keesokan harinya, jenazah Sam pun dimakamkan di kampung halamannya di Tondano.  

Penghargaan 

Pada Agustus 1961, Sam dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia oleh Soekarno. 

Kemudian pada 2016, Kementerian Keuangan mengeluarkan uang baru seri 2016, yaitu Rp 20.000. 

Pada uang kertas tersebut, digambarkan wajah Sam Ratulangi di bagian depan. 

Nama Sam Ratulangi pun dijadikan nama bandar udara di Manado, yaitu Bandara Sam Ratulangi. 

Referensi: 

  • Poesponegoro, Marwadi Djoened dan Nugroho Notosusanto. (2019). Sejarah Nasional Indonesia: Zaman Kebangkitan Nasional dan Masa Hindia Belandai. Jakarta: Balai Pustaka. 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com