Namun, lagi-lagi ia terlibat konflik dengan manajemennya.
Kali ini perihal pembagian irigasi untuk perkebunan tebu dan padi petani. Akibatnya, ia pun dipecat.
Baca juga: Sekar Rukun: Sejarah, Tujuan, dan Tokoh-tokohnya
Pada 1989, Danudirja pergi ke Afrika Selatan untuk ikut dalam Perang Boer Kedua melawan Inggris.
Perang Boer adalah perang antara Kekaisaran Britania melawan penduduk Boer, bangsa keturunan Belanda di dua negara merdeka, Republik Transvaal dan Negara Bebas Oranje.
Perang ini terjadi antara 11 Oktober 1899 sampai 31 Mei 1902.
Dalam perang ini, Danudirja menjadi warga negara Republik Transvaal, Republika Afrika Selatan.
Danudirja pun tertangkap kemudian dipenjara di sebuah kamp di Ceylon.
Selama dipenjara, pikirannya menjadi semakin terbuka akan perlakuan tidak adil pemerintah kolonial Hindia Belanda terhadap warganya.
Tiga Serangkai adalah julukan untuk sebuah kelompok yang beranggotakan tiga orang pejuang kemerdekaan Indonesia.
Danudirja Setiabudi banyak melihat keganjalan khususnya tentang diskriminasi antara kaum keturunan Belanda dengan kaum Indo.
Sejak saat itu, ia pun berusaha untuk menyadarkan masyarakat Indonesia bahwa nasib mereka tidaklah ditentukan oleh pemerintah kolonial.
Guna menyebarluaskan pemikirannya, Danudirja melakukan perjalanan di Pulau Jawa pada 15 September sampai 3 Oktober 1912.
Di sana ia bertemu dengan Cipto Mangunkusumo, salah seorang tokoh yang mendukung gerakannya.
Kemudian di Bandung ia mendapat dukungan dari Suwardi Suryadiningrat (Ki Hadjar Dewantara).
Ketiga tokoh ini kemudian dikenal sebagai Tiga Serangkai.
Baca juga: Perang Bubat: Latar Belakang, Lokasi, dan Dampaknya