Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gerakan Permesta: Latar Belakang, Tuntutan, dan Penumpasan

Kompas.com - 02/05/2021, 17:44 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

Sumber Kompas.com

KOMPAS.com - Perjuangan Semesta atau Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta) adalah gerakan militer yang dideklarasikan oleh pemimpin militer Negara Indonesia Timur

Gerakan ini dibentuk pada tanggal 2 Maret 1957 yang mulanya terjadi di Makassar, namun kemudian berpindah ke Manado, Sulawesi Utara. 

Gerakan ini dipimpin oleh Kolonel Ventje Sumual, seorang perwira militer yang terlibat dalam Revolusi Nasional Indonesia. 

Baca juga: Sejarah Koperasi Indonesia

Latar Belakang

Munculnya pemberontakan Permesta di Indonesia Timur disebabkan oleh beberapa alasan. 

Salah satunya adalah berkembangnya sentimen di Sulawesi dan Sumatera Tengah yang merasa kebijakan yang dibentuk pemerintah pusat di Jakarta telah menghambat perekonomian lokal. 

Para perwira daerah merasa kecewa karena pemerintah pusat dianggap terlalu mengistimewakan Pulau Jawa dibandingkan pulau lain. 

Politik dan perekonomian Indonesia pada saat itu terpusat di Pulau Jawa. Padahal sumber-sumber perekonomian negara lebih banyak berasal dari pulau lain. 

Dengan hambatan tersebut, proses pengembangan daerah juga jadi terbatas dan terganggu.

Adanya perselisihan ini kemudian memunculkan aspirasi untuk memisahkan diri dari Indonesia. 

Baca juga: Kabinet Indonesia Maju: Latar Belakang, Susunan, dan Program Kerja

Awal Mula Gerakan 

Pada 1957, Gubernur Sulawesi Andi Pangerang Pettarani bertemu dengan Perdana Menteri Ali Sastroamidjoyo dan Menteri Dalam Negeri R. Sunarjo. 

Saat itu, Gubernur Pangerang mendesak pemerintah pusat agar mengupayakan otonomi yang lebih besar, khususnya di Indonesia Timur. 

Selain itu, Pangerang juga meminta pembagian pendapatan pemerintah yang lebih banyak bagi daerah guna melaksanakan proyek pembangunan lokal. 

Namun, pemerintah tetap tidak melakukan apa-apa.

Sampai akhirnya pada akhir Februari 1957, Andi Burhanuddin dan Henk Rondonuwu sebagai delegasi dari Sulawesi dikirim ke Jakarta untuk kembali mendesak pemerintah pusat. 

Namun upaya mereka tetap juga gagal sehingga pada 2 Maret 1957, Panglima TT-VII Letkol Ventje Sumual memproklamasikan keadaan perang untuk seluruh wilayah Indonesia Timur. 

Sebelumnya Sumual juga turut datang ke Jakarta guna mendesak hal yang sama kepada pemerintah pusat. 

Kemudian Piagam Perjuangan Semesta atau Piagam Permesta pun dibacakan. 

Baca juga: Sejarah Berdirinya Kerajaan Mataram Islam

Isi Piagam Permesta

Isi dari Piagam Permesta berbunyi:

"Pertama-tama dengan mejakinkan seluruh pimpinan dan lapisan masjarakat, bahwa kita tidak melepaskan diri dari Republik Indonesia dan semata-mata diperdjoangkan untuk perbaikan nasib rakjat Indonesia dan penjelesaian bengka-lai revolusi Nasional."

Baca juga: Sejarah Berdirinya Kerajaan Mataram Islam

Upaya Damai

Untuk mendamaikan antara kubu Permesta dengan pemerintah pusat, maka pada 5 Januari 1960 diselenggarakan sebuah perundingan. 

Perundingan tersebut dihadiri oleh Tumbelaka seorang Panglima TT-V/Brawijaya dan Samuel Hein "Tjame" Ticoalu, seorang kurir. 

Tumbelaka saat itu meminta Tjame untuk masuk ke daerah Permesta dan menyampaikan pesan kepada Somba, salah satu pemimpin Permesta untuk mencari solusi yang terbaik terhadap masalah yang sedang berlanjut. 

Perundingan ini pun memakan waktu yang tidak sebentar, karena dibutuhkan persetujuan di antara kedua belah pihak. 

Sampai akhirnya pada 17 Desember 1960, Permesta menyetujui untuk mengakhiri pemberontakan mereka. 

Berakhirnya pemberontakan ini, karena keputusan pemerintah pusat yang bersedia membagi Provinsi Sulawesi menjadi dua provinsi yaitu Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah, ibukota di Manado. 

Permesta resmi berakhir setelah Somba bersedia untuk menyerahkan diri dan menandatangani sebuah pernyataan dan naskah penyelesaian Permesta. 

Pemberian amnesti dan abolisi kepada mereka yang terlibat Permesta juga diberikan bersamaan dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 322 tahun 1961. 

Baca juga: Jenderal Soedirman: Masa Kecil, Pendidikan, dan Perjuangannya

Upaya Penumpasan

Untuk menumpas pemberontakan, pemerintah melancarkan beberapa operasi militer, yaitu Operasi Merdeka, Operasi Tegas, dan Operasi Sadar.

Operasi Tegas 

Operasi Tegas merupakan operasi militer yang bertugas di Riau dipimpin oleh Letnan Kolonel Kaharuddin Nasution. 

Target utama dari operasi ini adalah untuk merebut kedudukan Permesta dengan menguasai Pekanbaru dan menghadang kemungkinan pemberontak melarikan diri melalui Selat Malaka ke daerah Singapura dan Malaysia.

Serangan mendadak pun dilakukan oleh Pasukan Gerak Tjepat (PGT) dan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) dipimpin Letnan Kolonel Wiriadinata.

Dari serangan mendadak itu, mereka berhasil menguasai Lapangan Terbang Pekanbaru. 

Operasi Merdeka

  • Operasi Saptamarga

Pasukan Permesta yang dipimpin oleh mantan Mayor Boyke Nainggolan menyerang dan menguasai Kota Medan.

TNI kemudian memberangkatkan kesatuan PGT dan RPKAD menuju Medan, Sumatera Utara, melalui Operasi Saptamarga yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Djamin Ginting untuk melawan pasukan Permesta.

Operasi Saptamarga berhasil mengalahkan pasukan Permesta dengan menguasai Tarutung, Pelabuhan Udara Pinangsori, Padangsidempuan, Sibolga, hingga ke wilayah Sumatera Barat.

  • Operasi 17 Agustus

Operasi 17 Agustus dipimpin oleh Kolonel A Yani untuk daerah Sumatera Barat. 

Seluruh pasukan Operasi 17 Agustus melakukan perlawanan dengan Permesta untuk menguasai jalan besar Tabing-Padang.

Operasi 17 Agustus sendiri bertujuan untuk menguasai Bukittinggi.

  • Operasi Saptamarga II

Operasi Sapta Marga II dilakukan di Gorontalo dipimpin oleh Mayor Agus Prasmono. Operasi ini berhasil menduduki Gorontalo yang telah dikuasai oleh Permesta terlebih dahulu. 

Operasi Sadar 

Operasi Sadar dipimpin oleh Letkol Ibnu Sutowo. Operasi ini bertujuan untuk menuntaskan pemberontakan di Sumatera Selatan dibantu oleh pasukan operasi sebelumnya.

Operasi Sadar berhasil membuat wilayah Sumatera secara keseluruhan terlepas dari Permesta. Sementara wilayah Manado direbut oleh pasukan Permesta melalui Operasi Merdeka. 

Namun, pada Oktober 1961, seluruh wilayah yang dikuasai oleh pasukan Permesta berhasil kembali ke Republik Indonesia melalui operasi-operasi TNI tersebu.

 

Referensi: 

  • Harvey, Barbara S. (1977). Permesta: Half a Rebellion. Ithaca: Cornell Modern Indonesia Project, Southeast Asia Program, Cornell University.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com