KOMPAS.com - Kabinet Djuanda atau Kabinet Karya bertugas pada 9 April 1957 sampai 10 Juli 1959.
Dipimpin oleh Ir. H. Djuanda Kartawijaya dan tiga wakilnya, Mr. Hardi, Idham Chalid, dan dr. Leimana, kabinet ini dikenal sebagai Zaken Kabinet.
Zaken Kabinet adalah kabinet yang jajarannya tidak diisi oleh partai politik tertentu, melainkan diisi oleh para tokoh yang ahli dalam bidangnya.
Baca juga: Kondisi Politik pada Masa Demokrasi Liberal
Pada 28 Oktober 1956, Presiden Soekarno berencana untuk membubarkan partai politik lantaran antara tahun 1955-1957, Indonesia tengah berada dalam kondisi polarisasi.
Polarisasi adalah proses, perbuatan, pembagian atas dua bagian atau kelompok orang yang berkepentingan yang saling berlawanan.
Polarisasi ini dilakukan oleh para partai politik dalam pembagian Jawa-Luar Jawa.
Karena kondisi ini, pada 28 Oktober 1956, Presiden Soekarno pun berencana untuk membubarkan partai politik dan dua hari setelahnya ia menyampaikan pemikirannya untuk membentuk Demokrasi Terpimpin.
Ide Soekarno ini juga membuat militer gusar, alhasil pada Desember 1956, militer di beberapa daerah mengambil alih kekuasaan sipil, seperti di Sumatera Utara dan Sumatera Selatan.
Tindakan ini pun ditentang oleh PKI, akibatnya banyak dari mereka yang ditangkap oleh militer yang diikuti dengan hilangnya sumber perekonomian.
Setelah peristiwa ini terjadi, Soekarno mengumumkan darurat perang, disertai dengan mundurnya Kabinet Ali Sastroamijoyo II.
Berakhirnya kabinet Ali kemudian disusul dengan penetapan kabinet baru, yaitu Kabinet Djuanda.
Baca juga: Homo Sapiens: Ciri-ciri, Persebaran, dan Penemuan
Baca juga: Kabinet Ali Sastroamijoyo I: Susunan, Program Kerja, dan Pergantian
Baca juga: Kabinet Wilopo: Latar Belakang, Susunan, dan Program Kerja
Berakhirnya Kabinet Djuanda ini disebabkan oleh terbentuknya Demokrasi Terpimpin di mana Presiden Soekarno menjadi Perdana Menteri dan Djuanda sebagai menteri utama.
Demokrasi Terpimpin sendiri menjadi sistem pemerintahan yang mengatur secara tegas tentang partai politik, di mana pejabat tinggi negara tidak boleh menjadi anggota politik.
Setelah Demokrasi Terpimpin terbentuk, kabinet baru juga muncul, yaitu Kabinet Kerja.
Referensi: