Selain alasan kesamaan mazhab, Hamka melihat bahwa gelar raja-raja Pasai adalah al-Malik, bukan Shah atau Khan seperti yang terjadi di Persia dan India.
Di samping itu, pada abad ke-13 Masehi, ada ulama-ulama Jawi yang mengajarkan tasawuf di Mekkah.
Baca juga: Jejak Agama Peradaban Hindu-Buddha di Nusantara
Naguib Al-Attas juga pembela Teori Arab, yang berargumen bahwa sebelum abad ke-17, seluruh literatur keagamaan Islam yang relevan tidak mencatat satu pengarang muslim India.
Dalam Hikayat Raja-raja Pasai yang ditulis setelah 1350 M, disebutkan bahwa Syaikh Ismail datang dari Mekkah melalui Malabar menuju Pasai dan mengislamkan rajanya, Merah Silu, yang kemudian bergelar Malik al-Shalih.
Selain itu, Anthony H. Johns mengatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia disebarkan oleh para musafir dari Mekkah.
Menurut teori ini, penyebar Islam datang ke nusantara pada abad ke-12 dan 13.
Teori yang disampaikan oleh P. A. Hoesein Djajadiningrat ini menyatakan bahwa Islam masuk ke nusantara pada abad ke-13 Masehi di Sumatera.
Argumennya didasari oleh persamaan budaya yang berkembang di kalangan masyarakat Islam nusantara dengan budaya di Persia.
Baca juga: Jejak Permukiman Peradaban Hindu-Buddha di Indonesia
Seperti dicatat oleh Ahmad Mansyur Suryanegara, empat persamaan budaya tersebut diantaranya:
Teori Persia juga didukung oleh Muens, yang mengatakan bahwa pada abad ke-5 Masehi, banyak orang-orang Persia yang berada di Aceh.
Selain itu, ketika Ibn Batutah datang ke Aceh, terdapat dua ulama dari Persia, yaitu Tadjuddin al-Syirazi dan Sayyid Syarif al-Ashbahani.
Sementara kata "Pasai" diyakininya berasal dari kata "Persia".
Baca juga: Tokoh-Tokoh Sejarah pada Masa Hindu, Buddha, dan Islam di Indonesia
Teori ini mengemukakan bahwa pada abad ke-9 Masehi banyak muslim Cina di Kanton dan wilayah Cina Selatan yang mengungsi ke Jawa, Kedah, dan Sumatera.
Alasannya, pada masa Huan Chou terjadi penumpasan terhadap penduduk dari dua wilayah tersebut yang mayoritas beragama Islam.
Teori ini juga didukung dengan temuan bukti berupa artefak yang memiliki unsur-unsur Cina dalam arsitektur berbagai masjid Jawa Kuno, seperti yang terlihat pada bagian atas masjid Banten, mustaka, yang berbentuk bola dunia yang menyerupai stupa dikelilingi empat ular.
Selain bukti arsitektur, beberapa catatan sejarah sultan dan sunan yang berperan dalam penyiaran agama Islam di nusantara diperkirakan keturunan Cina.
Misalnya Raden Patah yang mempunyai nama Cina, Jin Bun, dan lain-lain.
Referensi: