Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

The Trouble, Konflik Berdarah di Irlandia Utara

Peristiwa ini dilatarbelakangi oleh keinginan sekelompok warga Irlandia Utara untuk melepaskan diri dari Inggris.

Namun, usaha tersebut gagal karena pemerintah Inggris selalu berusaha untuk memasukkan Irlandia Utara ke dalam wilayah mereka.

Puncak The Trouble adalah protes pada hari Minggu yang berujung terbunuhnya sejumlah demonstran. Peristiwa ini kemudian dikenal sebagai Bloody Sunday.

The Trouble

The Trouble merupakan rangkaian pertumpahan darah di Irlandia yang dikisahkan sebagai perang antara kubu Protestan dan Katolik.

Adapun pokok permasalahannya adalah kesenjangan antara dua kelompok dan status konstitusional Irlandia Utara.

Kelompok yang diwakili serikat pekerja dan minoritas Protestan menghendaki agar Irlandia Utara tetap menjadi bagian dari Kerajaan Inggris.

Sementara itu, kubu minoritas yang terdiri dari nasionalis dan kelompok Katolik, ingin Irlandia Utara lepas dari Inggris dan menjadi negara sendiri.

Konflik ini tak bisa dilepaskan dari revolusi perang Inggris-Irlandia pada 1920-1922.

Saat itu, Inggris yang dipimpin oleh Perdana Menteri Lloyd George (1916-1922) menerapkan kebijakan agar Irlandia tidak membentuk pemerintahannya sendiri.

Sementara itu, Tentara Republik Irlandia (IRA) merespons kebijakan Inggris tersebut dengan seruan gerilya.

Perdana Menteri Lloyd George memahami bahwa Irlandia tidak mampu dikalahkan dengan cara konflik militer.

Inggris kemudian memakai taktik pecah belah dengan mendukung faksi konservatif pimpinan Michael Collins, Arthur Griffiths, dan William Cosgrave.

Faksi tersebut kemudian mendirikan Free State yang mendapat dukungan berupa senjata dan dana keuangan dari Inggris untuk melawan IRA.

Taktik Inggris tersebut menuai keberhasilan. Inggris pun meraih kemenangan menyeluruh atas Irlandia.

Setelah kemenangan tersebut, selama 50 tahun kemudian, tidak ada perlawanan dari berarti yang dilakukan oleh IRA.

Bloody Sunday

Pada 1967, kelompok nasionalis Irlandia menyerukan tuntutan reformasi secara menyeluruh.

Salah satu tuntutannya adalah mendorong hak suara dalam pemilihan, alokasi perumahan rakyat yang adil, menghapus diskriminasi terhadap pekerja, hingga pencabutan produk-produk hukum yang memungkinkan seorang tersangka diasingkan tanpa pengadilan.

Gerakan reformasi ini membuat pemerintah Inggris turun tangan. Pada 1969, Inggris mengirim pasukannya untuk memulihkan ketertiban di Irlandia Utara.

Pada 1972, intervensi dilakukan Inggris secara masif. Pemerintah Inggris kemudian menangguhkan status parlemen Irlandia Utara.

Inggris pun memerintah langsung Irlandia Utara dari Kota London.

Banyak opini liar yang menyatakan bahwa gerakan Irlandia Utara merupakan sentimen agama.

Pada 30 Januari 1972, 10.000 masa berkumpul di Londonderry untuk berunjuk rasa menuntut hak-hak sipil warga Irlandia.

Unjuk rasa ini kemudian berakibat pada kerusuhan yang dikenal dengan The Trouble.

Kerusuhan The Trouble mengakibatkan gugurnya 14 demonstran akibat tembakan dari pasukan Inggris. Peristiwa ini terjadi pada hari Minggu sehingga kemudian dikenal dengan nama Bloody Sunday.

https://www.kompas.com/stori/read/2022/08/19/120000779/the-trouble-konflik-berdarah-di-irlandia-utara

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke