Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Tutty Alawiyah, Politisi dan Ulama Perempuan dari Betawi

Dalam upaya menyiarkan agama Islam, salah satu strateginya adalah mendirikan organisasi sekaligus aktif di dalamnya.

Salah satu organisasi yang ia dirikan adalah Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) pada 1981 di Jakarta.

Tutty Alawiyah juga sempat aktif dalam International Muslim Women Union (IMWU), sebuah organisasi muslimah dunia beranggotakan 88 negara yang berpusat di Sudan, Afrika Utara.

Selain aktif dalam bidang dakwah, Tutty juga berkiprah di bidang politik. Ia pernah menjabat sebagai Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan (1998-1999) dan anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat atau MPR (1992-2004)

Riwayat pendidikan

Tutty Alawiyah lahir di Jakarta pada 30 Maret 1942. Ia merupakan putri dari KH Abdullah Syafi'ie dan Rogayah.

Sejak kecil hingga mahasiswa, Tutty mengenyam pendidikan di Jakarta. Ia lulus dari IAIN Syarif Hidayatullah (sekarang UIN Syarif Hidayatullah) pada 1976.

Tutty dikenal sebagai murid yang sangat cerdas. Ia diketahui kerap memberikan kursus membaca dan menulis huruf latin kepada beberapa perempuan di daerah Pancoran, Jakarta.

Ketika usianya baru 13 tahun, Tutty sudah mengajar secara tetap dengan membuka tiga kursus, di antaranya:

  • Kursus Banat As-Syafi'iyah, mengajar tentang pelajaran agama, maulid Nabi, dan membaca Al Quran dengan jumlah murid sekitar 200 orang.
  • Kursus Umahat As-Syafi'iyah, khusus untuk para ibu yang ingin mendalami ilmu agama
  • Kursus Tilawatil Quran

Pada 1958, ia telah dipercaya untuk memimpin Majelis Taklim Kaum Ibu As-Syafi'iyah dan mengadakan pengajian setiap Sabtu pagi di Masjid Al Barkah.

Satu tahun kemudian, Tutty diajak sang ayah pergi ke Singapura dan Malaysia untuk berdakwah,

Setelah melihat Tutty berpidato, membaca Al Quran, dan menyanyikan lagu-lagu qasidah, Konsulat Jenderal RI, Sugih Arto, memintanya berceramah di depan lebih dari 500 orang.

Peristiwa ini yang mengawali Tutty semakin aktif berdakwah dan berceramah di depan banyak orang.

Meski disibukkan dengan kegiatan dakwah, Tutty tidak meninggalkan dunia pendidikan dan aktif menulis puisi serta artikel yang diterbitkan di surat kabar ibu kota.

Pada 1960, di usia 18 tahun, Tutty Alawiyah menikah dengan Ahmad Chatib Naseh. Pernikahannya dikaruniai lima orang anak, yaitu Moh. Reza Hafis, Dailami Firdaus, Nurfitria Farhana, Lily Kamalia Ihsana, dan Syida Fauzia.

Aktif dalam organisasi Islam

Setelah menikah dan disibukkan dengan pendidikannya, Tutty Alawiyah masih menyempatkan waktu membina masyarakat Muslim lewat lembaga-lembaga majelis taklim.

Oleh sebab itu, Tutty pun mendirikan sebuah organisasi muslimah bernama Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) pada 1 Januari 1981 di Jakarta.

Sejak didirikan, BKMT terus mengalami perkembangan sebagai upaya pembinaan, pengembangan, dan pemberdayaan umat Islam Indonesia, khususnya bagi kaum para ibu yang menjadi anggota organisasi ini.

Kesuksesan Tutty dalam mengelola BKMT membuat namanya semakin populer di kalangan masyarakat.

BKMT pun sudah tersebar hingga ke 22 provinsi di seluruh Indonesia dengan jutaan anggota dan belasan ribu majelis taklim.

Selain BMKT, Tutty adalah pendiri banyak organisasi dan institusi Islam di Indonesia. Ia juga pernah bergabung di ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia), MUI (Majelis Ulama Indonesia), CIDES (Center For Information And Development Studies), dan International Muslim Women’s Union (IMWU).

Tutty juga mendirikan organisasi rebana bernama LASQI (Lembaga Seni Qosidah Indonesia).

Karena kemampuan intelektual dan pengaruhnya yang besar dalam penyiaran Islam, Tutty kerap diundang oleh beberapa tokoh dari berbagai negara.

Misalnya, ia kerap berceramah di Malaysia dan pernah diundang oleh istri Sultan Johor, serta diundang Pemerintah Amerika Serikat pada 1984 untuk bertemu dengan para tokoh intelektual dari berbagai agama.

Dengan jam terbang yang tinggi sebagai pembicara atau penceramah di banyak kota di berbagai benua, Tutty kemudian dipercaya menjadi Rektor Universitas Islam As-Syafi’iya.

Karier politik

Berikut beberapa jabatan yang pernah dipegang Tutty selama berkiprah di dunia politik Indonesia.

Wafat

Tutty Alawiyah meninggal pada 4 Mei 2016 di Jakarta, dalam usia 74 tahun.

Sebelum wafat, Tutty dirawat selama kurang lebih satu bulan di Rumah Sakit Metropolitan Medical Center, Kuningan, Jakarta, akibat sakit pencernaan.

Jenazah Tutty disemayamkan di kompleks pemakaman keluarga Kelurahan Jatiwaringin, Kota Bekasi, Jawa Barat.

Penghargaan

Besarnya pengaruh yang diberikan Tutty Alawiyah untuk masyarakat Indonesia membuatnya mendapat beberapa penghargaan, sebagai berikut.

Selain itu, berkat pengalamannya mengunjungi 63 kota di 23 negara demi kepentingan berdakwah Islam dan kegiatan sosial, Tutty Alawiyah dianugerahi gelar doktor honoris causa bidang dakwah Islam dari IAIN Syarif Hidayatullah pada 2001.

Nama Tutty Alawiyah juga telah diabadikan sebagai nama jalan, menggantikan nama Jalan Warung Buncit di Jakarta Selatan.

Referensi:

  • Burhanudin, Jajat. (2002). Ulama Perempuan Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
  • Yarman, Beydra Yendi. (2021). Kak Tutty: Sebuah Otobiografi Imajiner Almarhumah Prof. Dr. Tutty Alawiyah AS, MA. Jawa Barat: Jejak Publisher.

https://www.kompas.com/stori/read/2022/07/07/100000679/tutty-alawiyah-politisi-dan-ulama-perempuan-dari-betawi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke