KOMPAS.com - Tragedi Kanjuruhan akan berusia satu tahun pada Minggu (1/10/2023). Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyebut ada kejanggalan dan kontroversi dalam pengungkapan insiden memilukan tersebut.
Sabtu (1/10/2022) menjadi hari paling kelam dalam sejarah sepak bola Indonesia. Kericuhan meletus usai tim tuan rumah, Arema FC, kalah 2-3 dari tamunya, Persebaya Surabaya, di Stadion Kanjuruhan, Kepanjen, Kabupaten Malang.
Kekalahan itu membuat pendukung Arema FC menumpahkan rasa kecewa dengan turun ke lapangan.
Aparat coba menghalau, tetapi jumlah suporter yang turun ke lapangan semakin banyak. Situasi semakin tak terkendali ketika aparat keamanan menembakkan gas air mata ke arah tribune penonton.
Tembakan gas air mata itu memicu kepanikan. Penonton yang panik berlari menuju pintu keluar sehingga terjadi penumpukan, sesak napas, bahkan sampai saling injak.
Korban pun berjatuhan. Dari puluhan, sampai terakhir tercatat 135 orang meninggal dunia.
Tragedi Kanjuruhan menjadi tragedi sepak bola paling buruk kedua di dunia setelah insiden mengerikan di Stadion Nacional, Lima, Peru pada 24 Mei 1964 yang merenggut 328 korban jiwa.
Baca juga: Satu Tahun Tragedi Kanjuruhan: Aremania Mengenang Korban, Memberi Harapan
KontraS mencatat ada hal-hal kontroversial selama Tragedi Kanjuruhan, baik terkait fakta di lapangan maupun saat persidangan.
Berikut rangkuman kontroversi Tragedi Kanjuruhan menurut catatan KontraS.
2 Oktober 2022
5 Oktober 2022
14 Februari 2023
16 Maret 2023
Dalam penanganan hukum Tragedi Kanjuruhan, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya memvonis bebas Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi dan eks Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto. Putusan ini dibacakan pada Kamis (16/3/2023).
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.