KOMPAS.com - Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dan Presiden FIFA Gianni Infantino telah menyampaikan pernyataan resmi terkait tragedi memilukan di Stadion Kanjuruhan, Malang.
Kerusuhan di Stadion Kanjuruhan usai laga Arema FC vs Persebaya Surabaya pada Sabtu (1/10/2022) malam WIB bukan hanya sekadar tragedi sepak bola, tetapi sudah merupakan tragedi bangsa.
Laga Arema FC vs Persebaya pada pekan ke-11 Liga 1 2022-2023 sejatinya berjalan lancar dengan skor akhir adalah 3-2 untuk kemenangan tim tamu.
Akan tetapi, beberapa saat setelah pertandingan selesai, kericuhan meledak di Stadion Kanjuruhan.
Kekalahan itu memicu amarah pendukung Arema FC sehingga mereka turun ke lapangan.
Baca juga: Kronologi Kericuhan di Stadion Kanjuruhan Usai Laga Arema Vs Persebaya
Pihak keamanan mencoba mengamankan situasi dengan menembakkan gas air mata ke bagian bawah pagar pembatas.
FIFA selaku induk sepak bola dunia secara tegas menyatakan bahwa penggunaan gas air mata dilarang pada pertandingan sepak bola.
Hal itu tertuang dalam FIFA Stadium Safety and Security Regulations pada Pasal 19 poin b tentang pengawasan penonton yang menyatakan bahwa tidak diperbolehkan mamakai gas air mata dan cerawat.
Nahasnya, asap gas air mata yang dilontarkan pihak kepolisian mengarah ke tribune dan mengepul di sisi selatan.
Asap tersebut disinyalir menjadi penyebab suporter mengalami sesak napas dan pingsan, hingga memakan korban jiwa.
Berdasarkan data resmi yang didapatkan Kompas.com hingga Minggu (2/10/2022) malam WIB, jumlah korban meninggal dunia akibat kerusuhan Kanjuruhan adalah 125 orang.
Baca juga: Kesaksian Pemain Persebaya soal Tragedi Kanjuruhan: 5 Menit ke Ruang Ganti Lalu Masuk Barracuda
Jika melihat jumlah korban jiwa, insiden Kanjuruhan menjadi salah satu tragedi terbesar dalam sejarah sepak bola dunia.
Tragedi Stadion Nasional di Peru hingga kini menjadi tragedi paling besar di dunia sepak bola dengan total korban meninggal dunia mencapai 328 orang.
Pengamat sepak bola Tanah Air, Anton Sanjoyo, mengatakan bahwa kerusuhan Kanjuruhan adalah tragedi bangsa, bukan hanya tragedi sepak bola.
"Secara garis besar, ini tragedi sepak bola Indonesia, yang mungkin bukan cuma buat sepak bola, tetapi tragedi bangsa. Karena, ini kan sekarang nomor dua dari sisi jumlah korban dalam sejarah sepak bola," kata Anton kepada Kompas.com, Minggu (2/10/2022) sore.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.