KOMPAS.com - Kerusuhan di laga Arema FC vs Persebaya pada Sabtu (1/10/2022) digambarkan sebagai "hari tergelap sepanjang sejarah sepak bola Indonesia".
Berdasarkan informasi yang diterima Kompas.com pada Minggu (2/10/2022) sore WIB, jumlah korban meninggal dunia dalam tragedi kerusuhan di Stadion Kanjuruhan mencapai 131 orang.
Hal itu diungkapkan oleh Wakil Gubernur Jatim Emil Dardak berdasarkan data dari Dinkes Kabupaten Malang dan Dinkes Kota Malang walau dirinya menekankan bahwa data juga fluktuatif.
Jumlah korban tewas dalam satu hari tersebut adalah yang terbanyak dalam sejarah sepak bola Indonesia.
Menurut data Save Our Soccer (SOS) sebelum Tragedi Kanjuruhan ini, total ada 86 suporter sepak bola Indonesia yang tewas dalam rentang waktu 1995 hingga 2022.
Baca juga: Pernyataan Resmi FIFA: Tragedi Kanjuruhan Hari Kelam Sepak Bola Dunia
Alhasil, angka kematian di markas Arema FC itu jauh melewati total korban tewas dalam sejarah sepak bola Indonesia selama hampir tiga dekade sebelumnya.
Masih menurut data SOS, jumlah korban tewas terbanyak dalam satu tahun terjadi pada tahun 2012 dan 2017 yakni 12.
Diberitakan Kompas.com sebelumnya, penyebab banyaknya korban berjatuhan diakibatkan karena trauma, terinjak, kemudian juga ada yang sesak napas.
"Mungkin karena kekurangan oksigen karena terlalu banyaknya orang-orang yang ada di situ, dan juga mungkin terdampak karena asap. Itu semua kompilasi yang memperberat kondisi," ungkap Dr Bobby Prabowo selaku Direktur Utama Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kanjuruhan, saat ditemui pada Minggu (2/10/2022).
Sesak napas yang diderita korban karena penggunaan gas air mata yang dilakukan oleh pihak kepolisian. Padahal penembakan gas air mata itu melanggar aturan FIFA.
Baca juga: Duka Mendalam Persib terhadap Korban Tragedi Kanjuruhan
Ketua Save Our Soccer, Akmal Marhali, menjadi salah satu pihak yang menyoroti penggunaan gas air mata dalam tragedi kericuhan Kanjuruhan.
"Ini terkait pihak kepolisian yang melaksanakan tugas atau pengamanan tidak seusai prosedural dan melanggar FIFA Safety and Security Stadium pasal 19 poin B, di mana senjata api dan gas air mata tidak boleh masuk ke sepak bola," kata Akmal kepada Associated Pers (AP).
Selain itu, Akmal juga menyampaikan adanya kelalaian dari induk sepak bola Indonesia, PSSI, yang ia sebut tidak menyampaikan prosedur terkait kepada pihak kepolisian.
Padahal, menurut Akmal, prosedur pengamanan dalam pertandingan sepak bola berbeda dengan aksi demonstrasi di area terbuka.
"Ini juga kelalaian PSSI, ketika melakukan kerja sama dengan pihak kepolisian tidak menyampaikan prosedur ini bahwa pengamanan sepak bola itu berbeda dengan pengamanan demo," ujar Akmal.
"Tidak boleh ada senjata dan gas air mata yang masuk ke dalam stadion," tutur Akmal menegaskan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.