KOMPAS.com - Penyelenggara ajang Tour de France (TdF) hingga kini belum memutuskan jadwal terbaru.
Daripada menunda, penyelenggara Tour de France bahkan masih ngotot ingin menggelar balapan sesuai jadwal.
Dikutip dari Antaranews.com, penyelenggara Tour de France masih berharap bisa menggelar balapan sesuai jadwal pada 27 Juni nanti.
Direktur TdF, Christian Prudhomme, mengatakan pihaknya menginginkan adanya "dua bulan eksposur terhadap para pebalap".
Kendati demikian, tipis kemungkinannya melatih para pebalap, berkompetisi, dan kembali ke trek pada akhir April nanti.
Baca juga: Wacana Tetap Bergulir, Tour de France Disebut Sebagai Pelanggaran HAM
Pekan lalu, Prudhomme mengumumkan penundaan Dauphine, balap sepeda sepanjang delapan hari yang menjadi salah satu pemanasan sebelum Tour de France, pada 31 Mei nanti.
Jika TdF digelar sesuai jadwal, balap sepeda itu akan mengharuskan Perancis mengakhiri status lockdown yang diberlakukan di negara itu.
Sebab, TdF tak hanya diramaikan oleh para pebalap profesional dari seluruh dunia, tetapi juga menarik 10-12 juta penonton yang memadati jalanan.
Situasi di Eropa kini sepertinya tak memungkinkan untuk menggelar balapan itu.
"Kata yang paling penting di Tour de France adalah France (Perancis), dan perhatian terhadap kesehatan harus diutamakan," kata Prudhomme," seperti dilansir dari AFP, Kamis (9/4/2020).
Baca juga: Tour de France Tak Mungkin Digelar Tanpa Penonton
Namun, Prudhomme pelit bicara di depan publik soal rencana alternatif.
Kepada AFP pekan lalu, ia mengatakan "hingga hari ini, tanggal dari Tour de France tak berubah, tetapi akan menjadi kebohongan mengatakan jika kami tak mempelajari hipotesis lainnya."
AFP menyebut pihak penyelenggara telah mengisyaratkan para tim juga politisi Perancis serta stasiun penyiaran tentang penundaan ke Agustus.
Menteri Olah Raga Roxana Maracineanu menyebut larangan penonton, tetapi wacana itu tampaknya sudah dimentahkan.
TdF dipenuhi oleh para fans dan akan sulit untuk melarang orang keluar rumah ketika rombongan pebalap melewati lingkungan mereka.
"Tanpa fans, bukan Tour de France namanya," kata pebalap asal Wales, Geraint Thomas, juara Tour 2018.
Banyak politisi dari wilayah yang dilewati rute TdF menggaungkan suara yang sama.
Bagi mereka, TdF adalah suatu pesta dan ajang simbolis.
Adapun Raphael Geminiani, yang membalap di TdF pada 1947, mengatakan jika ajang itu jadi digelar, dia akan menghidupkan kembali Perancis.
"Periode isolasi ini akan menyakitkan moral kita untuk sementara waktu. Kita butuh obat dan Tour de France akan membantu kita merasa stabil," kata mantan pebalap berusia 94 tahun itu kepada harian L'Equipe.
Sementara itu, sedikitnya ada 250 ajang balap sepeda di seluruh dunia yang telah dibatalkan. Ada pertanyaan kenapa langkah yang sama tidak diberlakukan pada Tour de France.
Baca juga: Pandemi Virus Corona, Kelangsungan Tour de France Belum Jelas
Bagi mereka yang terjun di ajang balap sepeda profesional itu, TdF memiliki dampak yang signifikan. Karena seperti yang diungkapkan bos tim AG2R, Tour de France mewakili 60 persen pendapatan mereka dalam satu musim.
Kepala tim Deceuninck, Patrick Lefevere, mengungkapkan bahwa mereka dihadapkan dengan pengurangan investasi dari sponsor utama tim.
Jika TdF tidak dijalankan, itu akan menjadi pukulan berat jika panitia penyelenggara ASO kemungkinan bisa menyerap dana sponsor, "tapi tidak bagi tim," kata Deceuninck.
"Ini bisa meruntuhkan keseluruhan model di mana olah raga ini dibangun," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.