Hal ini juga tidak boleh ada pembedaan yang akan dilakukan berdasarkan bendera kapal, tempat asal, keberangkatan, masuk, keluar, atau tujuan, dan lain-lain.
Baca juga: Subyek Hukum Internasional
Pasal ini membahas mengenai administrasi pembatasan kuantitatif non-diskriminatif.
Artinya, pasal ini menetapkan bahwa tidak ada produk sejenis dari negara mana pun yang akan diberikan pengecualian dari pembatasan kuantitatif atau kuota tingkat tarif.
Pasal ini menjelaskan mengenai Badan Usaha Perdagangan Negara. Perjanjian ini mendefinisikan “Perusahaan Dagang Negara” sebagai perusahaan negara yang dibentuk atau dikelola oleh anggota WTO.
Selain itu perjanjian ini juga membahas mengenai perusahaan swasta yang diberikan keuntungan eksklusif atau khusus oleh Anggota WTO yang melakukan pembelian atau penjualan dengan melibatkan impor atau ekspor.
Meski prinsip-prinsip MFN tertuang dalam Perjanjian Umum Tarif dan Perdagangan atau GATT, terdapat beberapa pengecualian, yaitu:
Custom Unions Free-Trade Areas atau Area perdagangan bebas ini diatur dalam GATT pasal XXIV. Perjanjian perdagangan regional untuk serikat zona perdagangan bebas disetujui dalam kondisi tertentu untuk memperkuat hubungan ekonomi antara dua negara.
Kesepakatan ini memperbolehkan perdagangan di dalam wilayah dengan tetap menjaga pembatas perdagangan dengan negara-negara di luar kawasan.
Hal ini dapat bertentangan dengan prinsip MFN karena negara diluar kawasan diperlakukan berbeda. Maka negara di luar kawasan bisa dirugikan.
Tetapi jika dilakukan larangan dianggap terlalu berat untuk negara-negara di kawasan maka GATT menginzinkan dalam kondisi ketat.
Baca juga: 10 Jenis Penggolongan Hukum
Enabling Clause adalah dasar hukum WTO untuk Generalized System of Preferences (GSP). GSP merupakan fasilitas perdagangan? berupa pembebasan tarif bea masuk, yang diberikan kepada negara-negara berkembang.
Namun, negara berkembang yang mendapatkan keuntungan GSP ini haruslah yang memenuhi syarat atau rekomendasi langsung dari MFN.
Adanya GPS ditujukan untuk membantu negara-negara berkembang, agar keuntungan ekspor meningkat dan mengembangkan ekonomi negara.
Dalam Pasal XIII Perjanjian WTO dimaksudkan untuk mengatasi kesulitan terkait aksesi.
Aksesi dadalah suatu perbuatan hukum di mana suatu negara yang bukan merupakan peserta asli perjanjian multilateral, kemudian menyatakan persetujuannya untuk diikat perjanjian tersebut.