Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebijakan Ekonomi Kolonial

Kompas.com - 19/02/2021, 17:59 WIB
Serafica Gischa

Penulis

KOMPAS.com - Zaman kolonial adalah zaman penjajahan oleh orang-orang asing. Penjajahan di Indonesia mulai dari ketertarikan pedagang asing karena rempah-rempah dan hasil bumi Indonesia.

Hal tersebut memancing persaingan antara pedagang, khususnya Eropa untuk menguasai seluruh rempah-rempah di Indonesia.

Selama berkuasa di Indoensia, pemerintah kolonial Belanda dan Inggris menerapkan kebijakan ekonomi yan menguntungkan negara itu sendiri.

Dalam buku Sejarah Nasional Indoensia: Masa Prasejarah samapai Masa Proklamasi Kemerdekaan (2018) karya Junaedi Al Anshori, beberapa kebijakan ekonimi masa kolonial, yaitu:

  • Penjualan tanah Partikelir

Belanda dan China diberi kesempatan untuk menyewa atau membeli tanah di Jawa untuk daerah perkebunan teh, kopi, dan tebu.

Baca juga: Sistem Ekonomi Liberal pada Masa Kolonial dan Kondisi Masyarakat

Petinggi-petinggi Belanda sering menjual tanah kepada orang-orang swasta atau partikelir. Pemilik atau pembelitanah disebut tuan tanah.

Jika seseorang membeli tanah yang sangat luas, penduduk yang tinggal di situ harus patuh pada peraturan tuan tanah. Peraturan tersebut seperti:

  1. Menarik hasil panen secara langsung
  2. Menarik uang sewa rumah
  3. Menaik uang sewa warung
  4. Menyuruh penduduk untuk bekerja rodi
  5. Menarik pajak dan cukai atas perkebunan

Daerah-daerah yang saat itu memiliki tanah partikelir, adalah daerah Banten, Karawang, Cirebon, Priangan, Semarang, dan Surabaya.

Penduduk yang tinggal di tanah partikelir selalu menderita. Mereka harus kerja paksa selama lima hari setiap bulan, meronda kampung, dan melakukan tugas lain untuk kepentingan tuan tanah.

  • Sistem pajak tanah (landrent system)

Sistem pajak tanah merupakan pengganti penyerahan wajib dan penyerahan hasil bumi dari daerah jajahan. Sistem ini didasarkan pada hukum adat yang berlaku di Indonesia.

Baca juga: Pesisir dan Pedalaman Zaman Kolonial

Kebijakan ini dilaksanakan pada mas apemerintahan Raffles. Dirinya menganggap bahwa semua tanah adalah milik raja atau pemerintah Inggris.

Sehingga sudah menjadi kewajiban petani untuk membayar sewa tanah kepada raja dan pemerintah Inggris.

Tata cara sistem pajak tanah, sebagai berikut:

  1. Penghapusan seluruh penyerahan wajib dan wajib kerja dengan memberi kebebasan penuh untuk menanam dan berdagang.
  2. Pemerintah mengawasi tanah-tanah dan hasilnya dipungut langsung olehpemerintah tampa perantara bupati.
  3. Penyewaan tanah di beberapa daerah dilakukan berdasarkan kontrak.

Baca juga: Penyimpangan Sistem Tanam Paksa di Indonesia

Dirangkum dalam buku Sejarah Perekonomian Indonesia (1996), sistem tanam paksa dilakukan karena Belanda mengalami kesulitan ekonomi, terutama berkurangnya sumber dana yang masuk. Sehingga untuk mengisi defisit biaya, dikeluarkan kebijakan sistem tanam paksa.

Dalam sistem tanam paksa ini, petani diwajibkan untuk menanam tanaman ekspor atau tanaman dagang seluas 20 persen dari lahanya.

Namun, dalam pelaksanannya tanaman tersebut melebihi luas tanah yang ditentukan. Selain itu, petani juga disuruh untuk mengangkut tanaman ke pabrik-pabrik tanpa biaya tambahan.

Melihat rakyat Indoensia ditindas dan tidak dihargai kesejahteraanya, timbul kecaman dari berbagai pihak salah satunya pengusaha Eropa.

Akhirnya pada tahun 1870, ketika Belanda menganut paham liberal, sistem tanam paksa dihapus.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com