Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Isi Perjanjian Bongaya dan Latar Belakangnya

Kompas.com - 11/01/2021, 19:51 WIB
Serafica Gischa

Penulis

KOMPAS.com - Perjanjian Bongaya adalah perjanjian yang mengakhiri konflik antara VOC dan Kesultanan Makassar (Gowa).

Dilansir dari situr resmi Kemeneterian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Kerajaan Gowa menjadi pusat perekonomian para pedagang baik domestik, maupun pedagang asing.

Dengan lokasi yang strategis dan potensi alam yang melimpah, Kerajaan Gowa adalah salah satu kekuatan maritim yang dominan.

Berbeda dengan pedagang asing lainnya, Belanda datang dengan kongsi dagang VOC yang sudah memiliki kekuatan dan infrastruktur memadai, dengan jaringan dagang yang tersebar dari Jawa hingga Maluku.

Dengan aktivitas perdagangan yang diuntungkan pada monopoli rempah-rempah, VOC memiliki kepentingan untuk mempertahankan posisi istimewa tersebut.

Baca juga: Perjanjian Giyanti, Memecah Kerajaan Mataram Menjadi Dua

Hal ini menimbulkan konflik kepentingan antara VOC dengan Kerajaan Gowa sebagai produsen rempah. Sedangkan VOC sebagai pelaku monopoli rempah di kawasan timur Hindia.

Latar belakang perjanjian

Dalam buku Awal Mula Muslim di Bali (2019) karya Bagenda Ali, latar belakang Perjanjian Bongaya karena perang besar-besaran yang terjadi antara Kerajaan Gowa melawan VOC.

Perlawanan Kerajaan Gowa menghadapi Belanda mencapai puncak masa pemerintahan Sultan Hasanuddin, putera Sultan Muhammad Said dan cucu Sultan Alaudin pada 1653-1669 Masehi.

Selain menghadapi Belanda, Sultan Hasanuddin juga menghadapi perlawanan Aru Palakka dari Soppeng-Bone pada tahun 1660 Masehi.

Akhirnya Kerajaan Gowa tidak mampu lagi menghadapi pasukan Belanda yang dilengkapi dengan persenjataan canggih dan tambahan pasukan dari Batavia.

Dalam upaya keras mempersiapkan pasukan dan strategi, Sultan Hasanuddin terpaksa menandatangani perjanjian di daerah Bongaya.

Baca juga: Tokoh Perjanjian Linggarjati

Isi Perjanjian Bongaya

Perjanjian Bongaya dilakukan pada 18 November 1667 Masehi di daerah Bongaya. Dalam perjanjian tersebut, Sultan Hasanuddin harus mengakui pemerintahan dan kekuasaan Belanda (VOC) di Makassar. Berikut isi lengkapnya:

  1. Makassar harus mengakui monopoli VOC
  2. Wilayah Makassar dipersempit hingga tinggal Gowa saja
  3. Makassar harus membayar ganti rugi atas peperangan
  4. Hasanuddin harus mengakui Aru Palakka sebagai Raja Bone
  5. Gowa tertutup bagi orang asing selain VOC
  6. Benteng-benteng yang ada harus dihancurkan kecuali Benteng Rotterdam

Perjanjian Bongaya ternyata tidak berlangsung lama, karena Sultan Hasanuddin kembali memimpin peperangan denagn Belanda.

Awalnya Belanda merasa kewalahan. Namun dengan senjata lengkap, mereka dapat memukul mundur Sultan Hasanuddin.

Baca juga: Perjanjian Kalijati, Ketika Belanda Serahkan Indonesia ke Jepang

Pertahanan Sultan Hasanuddin kembali terpuruk, ketika Benteng Somba Opu jatuh ke tangan Belanda.

Akhirnya Sultan Hasanuddin menyerahkan kekuasaan kepada puteranya, Mappasomba yang bergelar Sultan Muhammad Ali sebagai Raja Gowa XVII.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com