KOMPAS.com - Periode melayu klasik disebut juga periode sastra melayu lama. Periode ini terjadi sebelum abad ke-20. Karya sastra pada periode ini didominasi oleh syair, pantun, gurindam, dan hikayat.
Dilansir dari Pengkajian Prosa Fiksi (2017) karya Andri Wicaksono, di nusantara, budaya melayu klasik dengan pengaruh islam yang kuat meliputi sebagia besar Sumatera dan Semenanjung Malaya. Kesusastraan melayu membawa pengaruh pada sastra daerah di Indonesia.
Sastrawan yang menandai kemunculan periode ini antara lain Hamzah Fansuri, Syamsuddin Pasai, Abdarrauf Singkil, dan Nuruddin Ar-Raniri. Mereka disebut sebagai angkatan Pujangga Lama.
Ciri-ciri karya sastra melayu klasik yang membedakan dengan periode lainnya adalah sebagai berikut:
Baca juga: Perbedaan Kritik Sastra dan Esai
Sastra melayu klasik mendapat pengaruh besar dari agama Islam. Namun ada juga beberapa karya yang muncul dan dipengaruhi zaman peralihan Hindu-Islam.
Kaidah kebahasaan dalam periode melayu klasik tentu dipengaruhi oleh bahasa Melayu. Sebagian besar tidak memakai bahasa Indonesia.
Menurut Andri Wicaksono dalam Pengkajian Prosa Fiksi (2017), bahasa yang digunakan dalam karya-karya sastra melayu klasik memang belum menggunakan bahasa Indonesia, melainkan bahasa daerah dan bahasa Melayu.
Meski demikian, sastra melayu klasik tetap tergolong dalam periodisasi kesusastraan Indonesia. Periode sastra melayu klasik menjadi awal atas berkembangnya kesusastraan nusantara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.