KOMPAS.com – Pada dasarnya, manusia tidak bisa menghindarkan diri dari berbagai konflik. Konflik merupakan salah satu esensi dari kehidupan dan perkembangan manusia.
Konflik terjadi karena ada perbedaan-perbedaan dalam kehidupan, seperti perdedaan jenis kelamin, strata sosial dan ekonomi, sistem hukum, suku, agama, kepercayaan, budaya, ideologi, aliran politik, dan sebagainya.
Selama ada perbedaan tersebut, maka konflik tidak bisa dihindarkan dari kehidupan manusia. Namun, bukan berarti konflik tidak bisa diselesaikan. Resolusi konflik menjadi salah satu carannya.
Dilansir dari buku A Glossary of Terms and Concepts in Peace and Conflict Studies (2005) karya Christopher E. Miller, resolusi konflik adalah suatu pendekatan yang memiliki tujuan untuk menyelesaikan konflik melalui pemecahan masalah secara konstruktif.
Baca juga: Sosiologi: Pengertian, Sejarah, dan Ciri-cirinya
Selain itu, resolusi konflik juga bisa diartikan sebagai usaha untuk mencapai keluaran konflik dengan menggunakan metode resolusi konflik. Tujuan utama melakukan resolusi konflik adalah untuk mencapai perdamaian.
Dalam buku Konflik dan Manajemen Konflik (2010) karya Wirawan, dijelaskan beberapa metode resolusi konflik, yaitu:
Dalam metode ini, pihak-pihak yang terlibat dalam konflik menyusun sendiri strategi konflik dan menggunakan taktik konflik untuk mencapai tujuan terlibat konfliknya.
Pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, saling melakukan pendekatan dan negosiasi demi menyelesaikan konflik dan menciptakan solusi konflik yang mereka harapkan.
Baca juga: Penerapan Ilmu Sosiologi dalam Perencanaan Sosial dan Pembangunan
Ada tiga jenis resolusi konflik berdasarkan intervensi pihak ketiga, yaitu:
Resolusi konflik melalui proses pengadilan salah satunya dilakukan melalui pengadilan perdata. Salah satu pihak atau kedua belah pihak yang terlibat konflik menyerahkan solusi konfliknya pada pengadilan perdata di Pengadilan Negeri.
Resolusi konflik melalui proses pengadilan biasanya didahului dengan permintaan hakim agar kedua belah pihak yang sedang berkonflik untuk berdamai terlebih dahulu.
Apabila perdamaian tidak tercapai, maka hakim akan memeriksa kasusnya dan akan mengambil keputusan. Keputusan hakim bisa berbentuk win and lose solution, yaitu salah satu pihak mengalami kekalahan.
Bisa juga win and win solution, yaitu solusi kolaborasi atau memungkinkan terjadinya kompromi. Apabila salah satu atau kedua belah pihak kurang setuju dengan keputusan hakim, maka mereka bisa mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi.
Baca juga: Penerapan Ilmu Sosiologi bagi Pembuat Keputusan
Apabila keputusan hakim Pengadilan Tinggi tidak memuaskan juga, mereka bisa mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Di Mahkamah Agung, keputusan untuk peninjauan kembali bisa dimintakan apabila ada bukti baru.
Resolusi konflik melalui proses administrasi merupakan resolusi konflik melalui pihak ketiga yang dilakukan oleh lembaga negara, tetapi bukan lembaga yudikatif.