Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

People Power dan Revolusi di Filipina 1986

Kompas.com - 02/12/2020, 15:38 WIB
Gama Prabowo,
Serafica Gischa

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Revolusi tak selalu identik dengan kekerasan dan peperangan. Dalam revolusi terdapat istilah People Power atau kekuatan rakyat.

People Power adalah penggulingan kekuasaan presiden atau pemerintah secara damai melalui demonstrasi rakyat. Dalam sejarah revolusi dunia, People Power pernah terjadi di Jerman, Georgia, Cekoslovakia, Filipina, dan beberapa negara Timur Tengah.

Latar belakang

Pada periode 1965-1986, pemerintahan Filipina dipimpin oleh presiden Ferdinand Marcos. Pada masa pemerintahannya, FIlipina mengalami krisis ekonomi dan politik.

Krisis ekonomi dan politik di Filipina menumbuhkan gelombang perlawanan dari masyarakat dan golongan oposisi.

Baca juga: Sejarah Terjadinya Konflik di Suriah

Dalam buku Sejarah Asia Tenggara: Dari Masa Prasejarah sampai Kontemporer (2013) karya M.C Ricklefs dkk, berikut latar belakang gerakan People Power di Filipina:

  • Rezim Ferdinand Marcos memimpin secara diktator dan kerap melakukan tindakan represif terhadap aktivis dan golongan oposisi.
  • Utang Filipina yang mencapai 25.000.000.000 dollar AS pada tahun 1983.
  • Pembunuhan terhadap mantan senator Benigno Aquino Jr pada 21 Agustus 1983.
  • Adanya indikasi kecurangan pada Pemilu 1986 yang dilakukan oleh Ferdinand Marcos.

Kronologi

Pada 21 Agustus 1983, terjadi pembunuhan terhadap Benigno Aquino Jr yang merupakan pemimpin golongan oposisi Filipina. Benigno ditembak saat kembali dari pengasingannya di Amerika Serikat.

Dalam buku Krisis Filiphina: Zaman Marcos dan Keruntuhannya (1988) karya John Bresnan, peristiwa penembakan Benigno Aquino Jr membangkitkan perlawanan golongan oposisi di seluruh pelosok negeri. Bahkan, sebagaian sekutu pemerintahan berbalik untuk melawan Ferdinand Marcos.

Pada tahun 1986, Ferdinand Marcos yang disudutkan oleh krisis ekonomi dan politik dalam negeri meminta pengadaan pemilu presiden secepat mungkin.

Baca juga: Sejarah Krisis Yaman (1992)

Golongan oposisi dan masyarakat anti Ferdinand Marcos menyatukan kekuatan untuk memenangkan Corazon Aquino dalam pemilu ini.

Pada pemilu 1986, Ferdinand Marcos melakukan intimidasi dan kecurangan terhadap suara masyarakat. Hal tersebut mengakibatkan kemarahan golongan oposisi dan rakyat Filipina.

Mereka menganggap bahwa Ferdinand Marcos telah melakukan penghianatan terhadap demokrasi dan kemanusiaan di Filipina.

Pada 22-25 Februari 1986, masyarakat Filipina melakukan aksi demonstrasi besar-besaran untuk menolak hasil pemilu.

Demonstran berkumpul di Epifanio de los Santos Avenue (EDSA) yang merupakan pusat politik di Filipina. Demonstrasi yang berlangsung secara damai ini pada akhirnya mampu menggulingkan rezim Ferdinand Marcos.

Baca juga: Sejarah Konflik Palestina dan Israel

Pada 25 Februari 1986, Cory Aquino dan para pendukungnya mengumumkan berakhirnya kediktatoran di Filipina dan gerakan People Power tanpa pertumpahan darah telah menang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com