KOMPAS.com – Ketika mendengar kata konflik, mungkin yang terlintas dikepala kita adalah mengenai tindakan kekerasan. Padahal, konflik tidak selalu berwujud kekerasan. Perselisihan atau sengketa antarindividu juga bisa disebut sebagai konflik.
Antara konflik dan kekerasan memiliki hubungan yang erat. Tidak akan ada kekerasa tanpa diawali oleh gejala konflik terlebih dahulu.
Meskipun begitu, gejala konflik tidak mesti berujung pada kekerasan. Kekerasan akan terjadi apabila konflik yang dialami oleh pihak-pihak yang terlibat di dalamnya tidak mampu untuk diselesaikan.
Dalam buku Pengantar Ringkas Sosiologi (2020) karya Elly M. Setiadi, dijelaskan bahwa ada dua pengertian tentang kekerasan, yaitu:
Kekerasan dalam arti sempit merujuk pada tindakan berupa serangan, perusakan, penghacuran terhadap diri (fisik) seseorang maupun milik atau sesuatu yang secara potensial menjadi milik orang lain.
Baca juga: Masalah Sosial: Definisi dan Faktor Penyebabnya
Berarti, dalam pengertian ini kekerasan merujuk pada tindakan fisik yang bersifat personal, yaitu mengarah pada orang atau kelompok tertentu yang dilakukan secara sengaja, langsung, dan aktual.
Kekerasan dalam arti luas merujuk pada tindakan fisik maupun tindakan psikologik yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang, baik yang dilakukan secara sengaja maupun secara tidak sengaja, langsung atau tidak langsung, personal atau struktural.
Dalam buku Pengantar Sosiologi Konflik (2009) karya Novri Susan, dijelaskan beberapa jenis kekerasan, antara lain:
Kekerasan struktural adalah kekerasan yang diciptakan oleh suatu sistem yang menyebabkan manusia tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya.
Baca juga: Jenis-Jenis Kelompok Sosial
Contoh kekerasan struktural adalah tidak dilibatkannya peran masyarakat Papua di dalam industri Freeport dengan alasan tidak memiliki keterampilan atau keahlian yang memadai untuk industri.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.