Sedangkan opininya terdapat dalam poin berikut:
Baca juga: Contoh Teks Editorial tentang Covid-19 Beserta Fakta dan Opininya
Contoh berikut ini diambil dari tajuk rencana koran Kompas edisi Jumat, 3 Januari 2020.
Tajuk Rencana: UU Sapu Jagat Politik
Diskursus soal omnibus law yang awalnya hanya diarahkan untuk memperbaiki iklim investasi dan lapangan kerja kini merambah ke bidang politik.
Kementerian Dalam Negeri mengintroduksi UU sapu jagat (omnibus law) guna menyederhanakan sistem politik. Gagasan itu dilontarkan Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Bahtiar, seperti dikutip Kompas, 2 Januari 2020. Bahtiar mengatakan, pemerintah dan DPR akan menyederhanakan sistem politik dan pemerintahan dengan menggabungkan sejumlah undang-undang dalam UU sapu jagat. Selain menghemat anggaran negara, pembentukan UU sapu jagat bidang politik memastikan munculnya pemimpin terbaik berdasarkan proses elektoral yang terukur.
Omnibus law lebih banyak dikenal dalam sistem common law seperti Amerika Serikat dan Australia. Adapun Indonesia menganut sistem civil law. Diskursus soal omnibus law diperkenalkan pertama kali oleh Presiden Joko Widodo, yang sebelumnya memperkenalkan retorika Nawacita, dalam Sidang Umum MPR 2019. Setelah itu, diskursus soal omnibus law menjadi magnet politik baru, mirip dengan retorika Revolusi Mental.
Ada kecenderungan UU sapu jagat yang awalnya difokuskan dalam bidang ekonomi, seperti UU Cipta Lapangan Kerja, UU Usaha Kecil, Menengah, dan Mikro, serta UU Perpajakan, mulai merambah ke sektor politik. Semangat dasar dari UU sapu jagat adalah melakukan debirokratisasi untuk mengatasi overregulasi dalam sistem hukum Indonesia. Ada gejala atau mungkin juga malah ada alam pikir, sistem hukum yang dibangun sebagai konsensus negara demokrasi dianggap sebagai hambatan untuk mewujudkan tujuan politik elite.
Kita mendorong pemerintah dan elite politik kembali ke semangat konstitusi. Kontrak sosial bangsa ini adalah membangun Indonesia sebagai negara hukum demokratis dengan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum. Hukum dibuat untuk mencegah kehadiran otoritarianisme baru dan kemungkinan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan.
Belum lahirnya pemimpin baik tidaklah semata-mata karena kekeliruan desain pemilihan pemimpin. Pemimpin yang baik akan lahir dalam sistem perekrutan politik yang merupakan tanggung jawab partai politik dan sistem politik yang bersih dari korupsi dan nepotisme. Reformasi partai politik menjadi jawaban. Sejarah pemilihan kepala daerah telah melahirkan pemimpin lokal yang menggunakan kekuasaan untuk kepentingan rakyat, bukan kepentingan oligarki.
Menjadi urusan pemerintah dan DPR menyederhanakan sistem politik. Namun, proses ke sana tidak boleh mengingkari partisipasi rakyat. Rakyat tetap pemilik kedaulatan negeri ini dan jangan pernah berpikir merampas kedaulatan rakyat dan merampas kebebasan sipil.
Kita kutip kembali nasihat Thrasymacus dalam buku Etika Politik dan Kekuasaan karya Haryatmoko, ”Hukum tidak lain kecuali kepentingan mereka yang berkuasa. Sedang bagi mereka yang lemah, hukum tidak berdaya membela.”
Kalimat fakta:
Fakta teks editoral di atas terdapat dalam poin berikut:
Kalimat opini:
Sedangkan opininya terdapat dalam kalimat terakhir di paragraf empat yang menyebut "Ada gejala atau mungkin juga malah ada alam pikir, sistem hukum yang dibangun sebagai konsensus negara demokrasi dianggap sebagai hambatan untuk mewujudkan tujuan politik elite".
Kalimat tersebut mewakili seluruh opini yang berusaha diutarakan dalam contoh teks editorial di atas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.