Perpecahan Kerajaan Mataram sudah berlangsung cukup lama saat Kerajaan Mataram pindah dari Kartasura ke Desa Sala (Solo).
Perpindahan tersebut terjadi setelah Keraton Kartasura hancur akibat adanya pemberontakan yang dipimpin Mas Garendi atau Sunan Kuning melawan raja dan berhasil menguasai istana pada 30 Juni 1742.
Pada November 1742, PB II dapat pulang ke Kartasura dan menduduki tahta kembali. Namun istana Mataram di Kartasura menjadi rusak berat.
Kemudian PB II memindahkan dan membangun kerato di Desa Sala (Solo). Pada 1749, raja Mataram PB II Wafat dan digantikan anaknya yang bergelar PB II.
Baca juga: Politik Jepang Menarik Simpati Bangsa Indonesia
Dikutip situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), pada masa pemerintahan PB III, Kerajaan Mataram terjadi kehidupan politiknya sering kali juga tidak stabil.
Bahkan terjadi perlawanan hebat dari Raden Mas Said dan Pangeran Mangkubumi.
PB II dan Pangeran Mangkubumi adalah saudara, di mana putra dari Amangkurat IV. Sementara Raden Mas Said merupakan salah satu cucu Amangkurat IV.
Adanya perselisihan ini mereka saling memerangi sejak 1746. Perlawanan Mangkubumi berhenti dengan adanya kesepakatan dalam bentuk Perjanjian Giyanti 13 Februari 1755.
VOC memaikan peranan penting dalam Perjanjian Giyanti yang memecah menjadi dua Kerajaan Mataram.
Dalam Perjanjian Giyanti, VOC mendapatkan keuntungan.
Di mana ada keharusan dari kedua keraton untuk mendapat persetujuan dalam pengangkatan pepatih dalem atau pemegang kendali eksekutif keraton.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.