KOMPAS.com - Tindakan Jepang yang menyengsarakan rakyat Indonesia selama pendudukan, memicu rakyat melakukan perlawanan.
Pembela Tanah Air (PETA) berada di bawah kendali pemerintah militer Jepang bahkan ikut memberontak.
Ini disebabkan karena perwira PETA kerap direndahkan oleh Jepang. Para syidokan yang melatih mereka bersikap congkak dan sombong.
Mereka juga tak tahan melihat romusha dan pemerasan yang dilakukan Jepang.
Dikutip dari Masa Pendudukan Jepang di Indonesia (2019), salah satu perlawanan PETA terjadi di Daidan (Batalyon) Blitar. Daidan Blitar dibentuk pada 25 Desember 1943. Pemimpinnya adalah Shodanco Supriyadi.
Baca juga: PETA, Pasukan Indonesia Bentukan Jepang
Saat itu, Supriyadi dikenal sebagai pemrakarsa pemberontakan terhadap kekuasaan pemerintah Jepang.
Pemberontakan dipicu kejadian usai latihan militer. Sore itu, anggota Daidan Blitar baru pulang latihan.
Tiba-tiba mereka mendengar jeritan para petani. Petani dipaksa menjual padinya kepada kumiai (organisasi pembeli padi) melebihi jatah yang telah ditentukan.
Itu mengakibatkan padi untuk kebutuhan keluarganya sendiri tak cukup. Mereka terancam kelaparan.
Para tentara PETA juga mendengar Jepang telah memerintahkan pembelian telur besar-besaran dengan harga murah untuk tentara PETA. Padahal mereka sendiri tidak pernah mendapatkan jatah telur.
Baca juga: Kerja Rodi dan Romusha, Kerja Paksa Zaman Penjajahan
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan