KOMPAS.com - Gratifikasi dapat menimbulkan dampak negatif dan dapat disalahgunakan khususnya dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Sehingga gratifikasi diatur dalam perundang-undangan mengenai tindak pidana korupsi.
Sebenarnya apa pengertian gratifikasi dan bagaimana kriterianya?
Dikutip dari Buku Saku Memahami Gratifikasi (2014), dalam Pasal 12 B Ayat 1 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 dijelaskan pengertian gratifikasi.
Gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya.
Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.
Baca juga: KPK: Tidak Ada Alasan untuk Tidak Melaporkan Gratifikasi!
Dikutip dari situs resmi Komisi Pemberantasan Korupsi, gratifikasi disebut juga suap yang tertunda atau suap terselubung. Gratifikasi sering dianggap sebagai akar korupsi.
Dikhawatirkan pegawai negeri atau penyelenggara negara yang terbiasa menerima gratifikasi lama kelamaan terjerumus melakukan korupsi bentuk lain seperti suap, pemerasan dan lainnya.
Gratifikasi dilarang karena mendorong pegawai negeri atau penyelenggara negara bersikap tidak obyektif, tidak adil dan tidak profesional. Akibatnya, pegawai negeri atau penyelenggara negara tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.
Undang-undang menggunakan istilah "gratifikasi yang dianggap pemberian suap" untuk menunjukkan bahwa penerimaan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
Baca juga: KPK Ingatkan Stafsus Jokowi-Maruf Jauhi Suap dan Gratifikasi
Gratifikasi adalah pemberian yang diterima oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara. Maka gratifikasi bersifat netral sehingga tidak semua gratifikasi dilarang atau salah.
Berikut ini perbedaan antara gratifikasi yang dilarang dan yang boleh diterima:
Gratifikasi yang dilarang adalah yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
Gratifikasi yang boleh diterima memiliki karakteristik sebagai berikut:
Baca juga: Mantan Sekretaris MA Jadi Tersangka Suap dan Gratifikasi, KPK: Miris
Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 1999, Bab II pasal 2, penyelenggara negara yang dilarang menerima gratifikasi meliputi :
Pejabat Negara lainnya yang dilarang menerima gratifikasi adalah:
Pejabat lainnya yang memiliki fungsi strategis juga dilarang menerima gratifikasi, yaitu:
Baca juga: Eks Gubernur Kepri Nurdin Basirun Didakwa Terima Gratifikasi Rp 4,22 Miliar
Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan No. 20 tahun 2001, pegawai negeri yang dilarang menerima gratifikasi meliputi :
Gratifikasi merupakan salah satu jenis tindak pidana korupsi baru yang diatur dalam Pasal 12 B dan 12 C UU Tipikor sejak 2001. Namun, bila penerima gratifikasi melaporkan pada KPK paling lambat 30 hari kerja maka dibebaskan dari ancaman pidana gratifikasi.
Ketentuan mengenai gratifikasi menurut UU tersebut adalah: