Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Program Nuklir Iran dan Sanksi Embargo Minyak

Kompas.com - 11/01/2020, 11:00 WIB
Nibras Nada Nailufar

Penulis

KOMPAS.com - Konflik Iran dengan Amerika Serikat yang digadang-gadang sebagai Perang Dunia Ketiga, dilatarbelakangi salah satunya oleh isu nuklir.

Mayoritas negara di dunia telah sepakat untuk tidak mengembangkan senjata nuklir sejak 1968 lewat Nuclear Non-proliferation Treaty (Perjanjian Non-proliferasi Nuklir)

Perjanjian itu mengatur nuklir boleh dikembangkan, asal untuk kepentingan positif seperti pembangkit listrik.

Namun Iran diduga telah melanggar kesepakatan ini dengan mengembangkan teknologi nuklir untuk kepentingan militer.

Baca juga: Ihwal Nuklir Iran, Cuma Diplomasi Solusinya

Langkah itu membuat Iran disanksi dan dikucilkan oleh negara-negara lain, salah satunya Amerika Serikat. Sebagai negara adidaya, embargo Amerika Serikat terhadap minyak Iran sampai melemahkan ekonomi Iran.

Mengapa Amerika Serikat begitu keras terhadap Iran? Berikut sejarah program nuklir Iran seperti dikutip dari Encyclopaedia Britannica...

Senjata pemusnah massal

Di antara isu-isu kebijakan luar negeri Iran yang kontroversial, kemampuan nuklirnya mungkin salah satu yang paling disoroti.

Program nuklir Iran menjadi perhatian dunia pada 2002 ketika sekelompok kritikus Iran mengungkapkan bahwa pemerintahnya tengah membangun fasilitas pengolah uranium dan reaktor air berat.

Baca juga: Langgar Aturan Pengayaan Uranium, Iran Bakal Hadapi Sanksi Tambahan dari AS

Uranium adalah bahan utama dalam nuklir. Sementara air berat, digunakan dalam reaktor nuklir sebagai zat pendingin dan pelambat neutron.

Iran bersikukuh program nuklirnya ditujukan untuk perdamaian dunia. Namun negara-negara lain mencurigai Iran sebenarnya sedang mengembangkan senjata nuklir.

Pasalnya, sejak berdiri sebagai negara republik, Iran selalu terlibat perang dengan tetangganya, Irak.

Negara-negara lain menuntut agar Iran mengentikan program nuklirnya. Tekanan dari negara-negara lain ini membuat Iran menunda program nuklirnya pada 2003.

Presiden Iran Mahmoud AhmadinejadFardanews/Deutsche Welle Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad
Ahmadinejad

Sayangnya, program nuklir Iran kembali menjadi isu ketika Ahmadinejad terpilih sebagai Presiden Iran pada 2005.

Baca juga: Cadangan Uranium Iran Bakal Melebihi Batas pada 27 Juni

Ahmadinejad melanjutkan program nuklirnya. Bahkan Iran meminta International Atomic Energy Agency agar menetapkan batasan baru.

International Atomic Energy Agency adalah organisasi yang bertanggung jawab memeriksa lokasi nuklir.

Sayangnya, diskusi di tataran internasional gagal membuat Iran menunda program nuklirnya.

Sehingga pada 2006, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menerbitkan sanksi pertama atas program nuklir Iran.

Ahmadinejad yang mati-matian membela hak Iran meneliti nuklir, tak peduli dengan sanksi yang dijatuhkan komunitas internasional.

Baca juga: Biografi Tokoh Dunia: Mahmoud Ahmadinejad, Presiden Iran yang Sederhana

Sebuah laporan National Intelligence Estimate (NIE) yang diterbitkan intelijen AS pada 2007 memperkirakan dengan sangat yakin bahwa Iran memang telah menghentikan program nuklirnya pada 2003, namun melanjutkannya pada 2007.

Kendati demikian, pada 2008, International Atomic Energy Agency menemukan sejumlah bukti bahwa Iran melanjutkan program nuklirnya kendati telah dihentikan sejak 2003.

Ketegangan bertambah dengan langkah Iran menguji rudal balistik medium dan jarak jauhnya. Uji rudal itu dilakukan terbuka pada 2009.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com