KOMPAS.com - Kereta telah menjadi moda transportasi populer sejak abad ke-19. Kereta api adalah kendaraan yang berjalan di atas jalur rel.
Dikutip dari Historic UK, Lokomotif pertama bertenaga mesin uap dibuat oleh insinyur Inggris Richard Trevithick pada 1804.
Kereta uap pertama tersebut digunakan untuk mengangkut truk di pabrik besi.
Kereta api penumpang pertama adalah Stockton dan Darlington Railway di Inggris yang dibuka pada 1825.
Perjalanan dengan kereta dinilai terjangkau dan memudahkan orang bahkan yang belum pernah bepergian sekalipun.
Baca juga: Meski Jumlah Penumpang Turun, Kereta Api Tetap Jadi Pilihan Favorit
Kota atau daerah yang jauh terasa dekat karena orang atau barang dapat bergerak lebih cepat menggunakan kereta.
Lalu bagaimana sejarah kereta di Indonesia?
Dikutip dari situs PT. Kereta Api Indonesia (KAI), sejarah perkeretaapian di Indonesia dimulai pada era Tanam Paksa ketika pencangkulan pertama jalur kereta api Semarang-Vorstenlanden di Desa Kemijen.
Pembuatan jalur kereta api pertama relasi Solo-Yogyakarta tersebut dilakukan oleh Gubernur Jendral Hindia Belanda Mr. LAJ Baron Sloet van de Beele pada 17 Juni 1864.
Baca juga: INFOGRAFIK: Memahami Perbedaan 4 Kelas Kereta Api
Pembangunan dilaksanakan oleh perusahaan swasta Naamlooze Venootschap Nederlansch Indische Spoorweg Maatschappij (NV. NISM) dengan menggunakan lebar sepur 1435 mm.
Pemerintah Hindia Belanda membangun jalur kereta api negara melalui perusahaan bernama Staatssporwegen (SS) pada 8 April 1875.
Rute pertama yang dikerjakan oleh SS adalah Surabaya-Pasuruan-Malang. Keberhasilan NISM dan SS mendorong investor swasta membangun jalur kereta api lain.
Berikut ini nama-nama perusahaan kereta api swasta tersebut:
Baca juga: Dukung Program Nasional, Kemenhub Terus Tingkatkan Kinerja Transportasi Kereta Api
Baca juga: Gapeka 2019 Diterapkan, Kapasitas dan Perjalanan Kereta Api Bertambah
Selain di Jawa, pembangunan jalur kereta api juga dilakukan di pulau Sumatera meliputi Aceh (1876), Sumatera Utara (1889), Sumatera Barat (1891), Sumatera Selatan (1914), dan Sulawesi (1922).
Sedangkan di Kalimantan, Bali, dan Lombok hanya dilakukan studi mengenai kemungkinan pemasangan jalan rel dan belum sampai tahap pembangunan.