Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
BRIN
Badan Riset dan Inovasi Nasional

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. BRIN memiliki tugas menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi.

Tragedi Akademisi

Kompas.com - 20/03/2023, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Suherman

HARIAN Kompas (09/02/2023) memuat headline hasil investigasi yang menghebohkan dunia akademis dengan judul “Calon Guru Besar Terlibat Perjokian Karya Ilmiah’ yang sebetulnya sudah lama terjadi bahkan sudah menjadi norma.

Baca juga: Plagiarisme di UNJ: Persekongkolan Akademisi dan Politikus

Pada Bulan Agustus 2022 dunia akademik juga ramai karena ada Rektor terlibat jual beli bangku kuliah, dan tujuh tahun sebelumnya ada guru besar hukum yang terlibat narkoba.

Ketika menjadi verifikator naskah penerbit BRIN, saya bisa mengetahui sedikit peta pengetahuan para akademisi di Indonesia. Misalnya ada naskah buku stebal 92 halaman yang digarap ramai-ramai oleh dua orang profesor, seorang doktor, dan seorang master, akan tetapi kualitas naskahnya seperti sebuah skripsi, bahkan substansinya sudah tidak relevan jauh sekali dengan perkembangan zaman.

Mengapa berbagai persoalan yang mencoreng dunia akademis seperti di atas terus berulang? Menurut saya ada beberapa masalah fundamental yang harus disikapi bersama.

Pertama, terlalu mudah meraih gelar akademis, sehingga gelar itu berbalik mendegradasi bahkan mengotori lembaga universitas yang dicap hanya sebagai pabrik ijazah atau lembaga tukang stempel gelar.

Banyak yang bergelar doktor dan guru besar akan tetapi tidak memiliki inovasi atau dampak hasil risetnya tidak dirasakan oleh masyarakat, padahal gelar doktor dan profesor itu identik dengan kepakaran seseorang.

Dalam sejarah ilmu pengetahuan gelar-gelar itu diberikan oleh masyarakat karena merasakan manfaatnya, bukan diberikan oleh lembaga formal.

Baca juga: Akademisi: Matematika Bukan Sekadar Hitung-hitungan

Kedua, budaya feodalisme yang mengagungkan identitas masih melekat dalam masyarakat. Oleh karena itu gelar banyak dimanfaatkan untuk pencitraan, sampaikan ada yang memperoleh gelar tujuh sampai belasan sehingga memecahkan rekor MURI, padahal orangnya tidak memiliki kepakaran apa pun.

Persyaratan akreditasi universitas juga berifat kuantitas, pokoknya menyandang gelar doktor atau profesor, hanya untuk memenuhi persyaratan administratif.

Ketiga, dunia kerja masih menjadikan ijazah sebagai syarat administratif yang utama, padahal di dunia profesional ijazah hanya menjadi persyaratan pendukung, yang penting anda bisa mengerjakan apa bukan lulusan dari mana.

Keempat, campur tangan negara terlalu kuat di dunia akademis sehingga membungkam kebebasan untuk berekspresi dan kreativitas.

Andrew Goss (2014) dalam bukunya Belenggu Ilmuwan dan Pengetahuan: Dari Hindia Belanda Sampai Orde Baru mengatakan bahwa campur tangan negara sangat kuat sehingga membelenggu kreativitas ilmuwan dan perkembangan ilmu pengetahuan.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+