Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa yang Terjadi pada Otak Saat Berhalusinasi?

Kompas.com - 06/03/2023, 17:00 WIB
Lulu Lukyani

Penulis

KOMPAS.com - Halusinasi adalah pengalaman indrawi yang tampak nyata, tetapi diciptakan oleh pikiran.

Halusinasi dapat mempengaruhi kelima indra. Misalnya, kita mungkin mendengar suara yang tidak didengar oleh orang lain atau melihat sosok yang tidak nyata.

Dikutip dari Healthline, halusinasi mungkin disebabkan oleh masalah jiwa, efek samping obat, atau penyakit fisik seperti epilepsi atau gangguan penggunaan alkohol.

Orang yang sering berhalusinasi mungkin perlu mengunjungi psikiater atau ahli saraf untuk mengatasinya.

Baca juga: Apa yang Terjadi pada Tubuh Saat Marah?

Apa yang terjadi pada otak saat berhalusinasi?

Melansir Medical News Today, tim peneliti dari University of Oregon berusaha mengungkap lebih banyak informasi tentang bagaimana halusinasi memengaruhi aktivitas otak.

Para peneliti bekerja dengan tikus yang mereka suntik dengan zat yang disebut 4-iodo-2,5-dimethoxyphenylisopropylamine (DOI), obat halusinogen yang sering digunakan dalam penelitian hewan.

Seperti halusinogen lainnya, termasuk LSD, DOI berinteraksi dengan reseptor serotonin 2A, yang terlibat dalam proses reuptake serotonin, meski mereka mungkin juga memainkan peran lain yang kurang dipahami dengan baik di otak.

Begitu peneliti memberi tikus obat ini, para peneliti menunjukkan beberapa gambar di layar dan menggunakan berbagai metode khusus untuk merekam aktivitas saraf (sel otak) pada hewan pengerat ini.

Tim menemukan bahwa, bertentangan dengan apa yang mereka duga, tikus mengalami penurunan pensinyalan antara neuron di korteks visual, wilayah otak yang sebagian besar bertanggung jawab untuk menafsirkan informasi visual. Waktu pola penembakan neuron juga berubah.

Baca juga: Apa yang Terjadi pada Otak Saat Mengonsumsi Kafein?

Cris Niell, profesor di University of Oregon terkejut menemukan bahwa obat halusinogen malah menyebabkan penurunan aktivitas di korteks visual. Namun, lanjutnya, dalam konteks pemrosesan visual, hal itu masuk akal.

Para peneliti juga melihat bahwa sinyal visual yang dikirim ke korteks visual mirip dengan sinyal yang dikirim tanpa adanya obat, yang berarti otak masih menerima informasi visual yang sama, namun tidak dapat memprosesnya dengan benar.

Tim peneliti mengakui bahwa mempelajari halusinasi pada tikus tidaklah ideal, karena, tentu saja, hewan tidak dapat mengkomunikasikan pengalamannya. 

Namun, para peneliti mencatat bahwa jenis obat yang sama, yang menyebabkan halusinasi pada manusia, juga menyebabkan perubahan gerakan dan perilaku pada tikus.

Baca juga: Apa yang Terjadi pada Tubuh Jika Sering Bergadang?

Para peneliti menjelaskan, ini secara masuk akal menunjukkan bahwa obat yang sama mampu mengubah aktivitas otak pada hewan dan manusia. 

Namun, penelitian di masa mendatang harus lebih memperhatikan reaksi hewan terhadap rangsangan visual dibanding saat tidak diberi obat.

Niell mengatakan, data yang mereka kumpulkan akan menjadi landasan untuk studi tambahan ke depannya. 

Secara khusus, penelitian berencana untuk menggunakan manipulasi genetik untuk mempelajari bagian tertentu dari sirkuit ini secara lebih rinci.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com