KOMPAS.com - Banyak mitos dan kesalahpahaman yang selama ini menyelimuti bangsa Viking.
Legenda tersebut lahir setelah serbuan pertama mereka di Kepulauan Inggris pada akhir abad kedelapan.
Sejak saat itu, bangsa Viking telah memikat imajinasi banyak orang dan menginspirasi pembuatan opera, film, novel, komik, bahkan video game, yang melanggengkan mitos-mitos tentang mereka.
Dilansir dari National Geographic, berikut adalah mitos tentang bangsa Viking dan fakta-fakta di baliknya.
Para ahli mengatakan bahwa kekerasan mewabah di masa itu. Joanne Shortt Butler dari University of Cambridge menyebut kekejaman Viking tidak berbeda dengan hal-hal yang terjadi saat itu. Mereka tidak lebih brutal dari bangsa atau suku lain.
Baca juga: 4 Mitos tentang Aurora, dari Dewa-Dewi hingga Ramalan Cuaca
Butler mengatakan bahwa pembunuhan, pembakaran, dan penjarahan adalah kejadian yang sering ditemui setiap hari.
Kisah-kisah tentang kekejaman para perampok Skandinavia memungkinkan orang-orang Viking diberi beberapa kebiasaan tercela, seperti kebiasaan minum dari tengkorak musuh mereka.
Kesalahpahaman populer ini berasal dari terjemahan yang tidak akurat yang dilakukan Ole Worm, dokter istana di Denmark pada abad ke-17, yang juga seorang ahli bahasa yang sangat menyukai runestones, batu-batu besar bertuliskan rune (alfabet Jermanik dan Norse).
Pada 1636, Worm menerbitkan penelitian tentang rune, mengutip puisi Nordik yang protagonisnya mengklaim dia akan minum ale di Valhalla, surga bagi prajurit Norse yang terbunuh secara mitis, dari cabang tengkorak yang melengkung.
Baca juga: 10 Mitos Blood Moon, Kedatangan Jaguar hingga Setan Rahu Telan Bulan
Penyair itu mengacu pada cabang yang tumbuh dari tengkorak binatang, yaitu tanduk. Tetapi, dokter itu menerjemahkan kalimat tersebut ke dalam bahasa Latin sebagai 'ex craniis eorum quos ceciderunt', yang artinya dari tengkorak orang-orang yang mereka bunuh.
Para perampok Nordik dikreditkan dengan kebiasaan menyeramkan lainnya, yakni meninggalkan tanda "elang darah" pada korban yang masih hidup.
Dalam ritualnya, tulang rusuk disingkapkan dan dipotong dari tulang belakang, lalu dijulurkan. Paru-paru diekstraksi dan ditempatkan sedemikian rupa sehingga menyerupai sayap, beberapa percaya agar tubuh dapat terbang ke Odin, dewa utama dalam mitologi Nordik.
Karena referensi pertama dalam ayat skaldik, ini bisa menjadi kasus lain dari lisensi puitis yang ditafsirkan oleh orang yang terlalu harfiah, kata Eleanor Rosamund Barraclough, profesor sejarah abad pertengahan di Durham University.
Roberta Frank dari Universitas Yale telah lama mempertanyakan kebenaran ritual tersebut. Ia mengatakan, lrosedur elang darah bervariasi dari teks ke teks, menjadi lebih seram, dan memakan waktu setiap abad.
Baca juga: Bukan Mitos, Ternyata Ini Penjelasan Ilmiah Hujan tapi Panas
Baru-baru ini, para ilmuwan dari University of Iceland dan England's Keele University menganalisis apakah mungkin melakukan "bloody eagle" pada korban hidup.