Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Itu Fight or Flight, Reaksi Tubuh Saat Merasa Terancam?

Kompas.com - 09/01/2023, 13:01 WIB
Nadia Faradiba,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi


KOMPAS.com - Pernah mendengar istilah “fight or flight”?. Istilah ini digunakan untuk menjelaskan kondisi fisik dan mental seseorang ketika menghadapi suatu ancaman di depannya.

Apakah ia akan menghadapinya, atau reaksi seseorang akan melarikan diri untuk menghindari ancaman tersebut. Istilah fight or flight ini pertama kali digunakan oleh psikolog asal Amerika, Walter Cannon, pada tahun 1920-an.

Namun, pada beberapa orang, reaksi ini tidak hanya muncul ketika ancaman terjadi, namun juga ketika stres atau kejadian pemicu trauma terjadi.

Contohnya adalah stres akan pekerjaan atau kejadian yang mengingatkan akan trauma orang tersebut di masa lalu.

Reaksi fight or flight ini ternyata memiliki reaksi nyata pada tubuh, serta bisa dijelaskan dengan sains.

Penasaran apa yang terjadi pada tubuh ketika reaksi ini terjadi, berikut penjelasan sains.

Baca juga: Apa Itu Petir? Fenomena yang Muncul Saat Hujan Deras

Bagaimana reaksi fight or flight muncul?

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa fight or flight merupakan respons alami tubuh yang muncul ketika seseorang menghadapi bahaya atau mengalami stres.

Keduanya akan memicu respons pertama pada otak. Reaksi tubuh saat terancam dalam kacamata sains berhubungan erat dengan respons otak.

Bagian otak yang pertama kali memrosesnya adalah amigdala. Amigdala adalah bagian otak yang berisi sekumpulan saraf yang berfungsi untuk mengolah rangsang yang diterima mata dan telinga.

Contoh reaksi tubuh saat terjadi mekanisme fight or flight ini, misalnya ketika seseorang menyaksikan kecelakaan tepat dihadapannya.

Jika rangsang yang diterima diterjemahkan oleh amigdala sebagai suatu bahaya atau ancaman, maka rangsangan tersebut akan diteruskan ke hipotalamus sebagai sinyal stres atau bahaya.

Hipotalamus merupakan bagian dari otak yang berfungsi sebagai pusat komando untuk berkomunikasi ke seluruh tubuh melalui pembuluh saraf.

Selain itu, hipotalamus yang menerima sinyal stres tersebut juga akan mengaktifkan kelenjar adrenal untuk memproduksi hormon stres yang disebut katekolamin.

Baca juga: Apa Itu Anal dan Bahaya Seks Anal?

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com