KOMPAS.com - Sebuah studi mengungkapkan otak manusia lebih rapuh dari perkiraan. Selain lebih lembut dan licin, kemampuan otak untuk menahan tekanan seperti lempengan gelatin dan lebih mudah rusak daripada busa polistiren yang dipakai untuk pengemasan.
Nicholas Bennion dari Cardiff University di Inggris bersama rekan-rekannya mulai mengembangkan metode untuk memperoleh pengukuran yang lebih akurat dari sifat fisik otak di dalam tubuh manusia yang masih hidup.
Selama ini, sebagian besar yang kita ketahui tentang jaringan otak berasal dari organ yang telah dipotong atau dikeluarkan dan diawetkan dalam bahan kimia, yang dapat memengaruhi kekauan dan ketahanan jaringan.
Dilansir dari New Scientist, Rabu (14/12/2022) untuk mengetahui bagaimana sebenarnya karakteristik otak, peneliti menggabungkan algoritma pembelajaran mesin dengan pemindaian MRI orang-orang yang berbaring telungkup dan menghadap ke atas untuk menggeser lokasi otak di tengkorak.
Peneliti kemudian menghitung berapa banyak otak yang kempis saat ditekan, bagaimana reaksinya saat didorong ke samping dan seberapa kenyal jaringan ikatnya.
"Jika Anda mengambil otak yang belum diawetkan dengan cara apa pun, kekakuannya sangat rendah dan mudah pecah. Itu mungkin jauh lebih rapuh daripada yang dibayangkan kebanyakan orang," ungkap Bennion.
Baca juga: Dampak Trauma pada Otak Manusia, Begini Penelitiannya
Tim pun menemukan bahwa otak manusia 10 kali lebih rapuh daripada busa polistiren dan kelenturannya sebanding dengan lempengan gelatin.
Bennion mengatakan pula bahwa algortitma menghitung jaringan yang menghubungkan otak ke tengkorak cukup lunak, mungkin untuk melindungi otak agak tak bergerak terlalu tiba-tiba.
Ellen Kuhl dari Stanford University di California menyebut meski peneliti telah lama mengetahui otak sangat lunak dan rapuh, studi baru ini juga menjadikan momen tepat untuk menginformasikan prosedur bedah sensitif dengan lebih baik.
Tim peneliti pun berharap pemodelan yang mereka buat sekarang dapat digunakan untuk memprediksi pergeseran otak yang akan terjadi saat melakukan operasi untuk setiap pasien berdasarkan pemindaian MRI pra-operasi.
Selain itu pemodelan juga dapat mengurangi kebutuhan untuk memasukan kembali instrumen ke dalam otak sampai mencapai tempat yang sesuai, membuat prosedur pembedahan tak terlalu invasif.
Studi yang menemukan bahwa otak manusia sangat rapuh ini telah dipublikasikan di Journal of the Royal Society Interface.
Baca juga: Kosmonot Lama Tinggal di Luar Angkasa, Apa yang Terjadi pada Otak Manusia?
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.