KOMPAS.com - ADHD (attention deficit hyperactivity) adalah kondisi yang dapat memengaruhi kemampuan seseorang untuk berkonsentrasi.
ADHD sering dimulai pada masa kanak-kanak dan dapat berlanjut hingga dewasa.
Memeriksakan semua gejala yang dialami dengan terapis atau dokter dapat membantu mereka melakukan diagnosis dengan benar.
Attention deficit disorder (ADD) adalah istilah kuno untuk kondisi yang para ahli sekarang sebut (ADHD).
Baca juga: Apa Perbedaan ADHD dan Kecemasan pada Anak-anak?
Istilah ADD pertama kali muncul dalam edisi ketiga dari “Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-3),” sebuah referensi manual yang membantu profesional mendiagnosis kondisi kesehatan mental.
Dilansir dari Healthline, para ahli memisahkan kondisi tersebut menjadi dua subtipe:
Ketika American Psychiatric Association merilis edisi revisi pada tahun 1987, mereka menggabungkan kedua subtipe ini menjadi satu kondisi, yakni ADHD.
Saat ini, ADHD adalah salah satu kondisi kesehatan mental di masa kanak-kanak yang lebih umum.
Baca juga: 3 Perbedaan ADHD dan Autisme
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) mengatakan bahwa sekitar 9,4 persen anak-anak dan remaja (lebih dari 6 juta) di Amerika Serikat menderita ADHD.
Orang dewasa juga bisa mengalami ADHD. Menurut ulasan tahun 2021, hampir 2,6 persen orang dewasa secara global memiliki ADHD persisten sejak masa kanak-kanak, sementara sekitar 6,7 persen orang dewasa memiliki gejala ADHD saat dewasa.
Karena perkiraan ini berasal dari gejala dan diagnosis yang dilaporkan, beberapa orang percaya bahwa prevalensi ADHD yang sebenarnya bisa lebih tinggi.
Bagaimana ADHD didiagnosis?Diagnosis ADHD membutuhkan lebih dari gejala utama, yakni kurang fokus, hiperaktif, atau impulsif.
Baca juga: Apa Penyebab ADHD?
Anak-anak tidak hanya perlu memiliki 6 gejala atau lebih (5 atau lebih untuk orang dewasa) selama minimal 6 bulan, gejala berikut ini juga perlu diidentifikasi untuk diagnosis ADHD: