Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ilmuwan Rekonstruksi Ekosistem 2 Juta Tahun Lalu, Seperti Apa Hasilnya?

Kompas.com - 08/12/2022, 20:29 WIB
Monika Novena,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Ilmuwan telah membuat terobosan signifikan untuk mempelajari sejarah planet Bumi.

Dengan menggunakan endapan sedimen dari permafrost Greenland berusia 2 juta tahun lalu yang mengandung DNA, peneliti berhasil merekonstruksi dan mengungkap seperti apa lanskap kuno saat itu.

"Untuk pertama kalinya kita dapat melihat langsung ekosistem masa lalu. Kualitas DNA dapat menurun dengan cepat, tetapi kami menunjukkan keberhasilan melihat masa lalu lebih jauh daripada yang dibayangkan siapa pun," ungkap Eske Willerslev dari University of Cambridge, Inggris.

Baca juga: Fosil Laba-Laba Ungkap Ekosistem Hutan Hujan Purba di Australia

Mengutip Science Alert, Kamis (8/12/2022) waktu tidak bersahabat dengan sisa-sisa mahluk hidup.

DNA akan terdegradasi dengan cepat berkat tekanan lingkungan, seperti cuaca dan proses geologis. Jika ingin bertahan, DNA purba biasanya tersimpan di gigi dan tulang.

Namun material yang terkubur di bawah permafrost, rupanya relatif mampu melindungi DNA.

Peneliti mengumpulkan sampel sedimen dari es dan permafrost formasi geologis Kap Kobenhavn di mura fyord di Greenland utara. Sampel itu dikumpulkan bertahun-tahun yang lalu dalam ekspedisi.

Berhubung ekspedisi itu mahal, para ilmuwan sering kali mengumpulkan lebih dari sampel yang mereka butuhkan untuk berjaga-jaga jika suatu ketika dibutuhkan. Sampel kemudian disimpan di gudang.

"Baru setelah generasi baru ekstraksi DNA dan peralatan pengurutan dikembangkan, kami dapat menemukan dan mengidentifikasi fragmen DNA yang sangat kecil dan rusak dalam sampel sedimen dan akhirnya dapat memetakan ekosistem berusia 2 juta tahun," jelas Kurt Kjaer, ahli geologi dari University of Copenhagen.

Rekonstruksi ini mengungkapkan berbagai bentuk kehidupan yang cocok dengan iklim sedang di masa itu.

Rekonstruksi menunjukkan keberadaan beragam hewan seperti rusa kutub dan karibu, angsa, kelinci, dan mastodon. Sedimen juga memperlihatkan bekas semut, kutu, koral, dan kepiting tapal kuda.

Namun yang menarik adalah DNA mastodon. Semua spesies yang disebut di atas memiliki kerabat yang tetap tinggal di Greenland hingga hari ini. Tetapi mastodon diperkirakan tak tersebar sejauh di Greenland.

"Salah satu faktor kunci di sini adalah sejauh mana spesies akan mampu beradaptasi dengan perubahan kondisi yang timbul dari peningkatan suhu yang signifikan," papar Mikkel Pederson, geogenetikka dari University of Copenhagen.

Baca juga: Dampak Pencemaran Ekosistem Air

Data menunjukkan, bahwa lebih banyak spesies dapat berevolusi dan beradaptasi dengan suhu yang sangat bervariasi daripada yang diperkirakan sebelumnya.

Tapi yang terpenting, hasil ini menunjukkan bahwa spesies membutuhkan waktu untuk melakukan adaptasi itu.

"Jika dibandingkan dengan pemanasan global saat ini, berarti organisme dan spesies tak memiliki waktu sebanyak itu, sehingga keadaan darurat iklim tetap menjadi ancaman besar bagi keanekaragaman hayati dan dunia," tambah Pederson.

Hanya saja, hasil studi menjadi sebuah lompatan besar bagi ilmu pengetahuan. Di mana DNA lingkungan telah berhasil diekstraksi dan ditafsirkan, hal yang sama harapannya dapat dilakukan pada deposit kuno di lokasi lain.

"Jika kita dapat mengeksplorasi DNA purba dalam butiran tanah liat Afrika, kita mungkin dapat mengumpulkan informasi asal usul berbagai spesies atau bahkan mungkin pengetahuan baru tentang manusia pertama dan nenek moyang mereka. Kemungkinannya tak terbatas," papar Willerslev.

Penelitian dipublikasikan di Nature.

Baca juga: Migrasi Plankton Saat Suhu Bumi Naik Dapat Mengacaukan Ekosistem Laut, Kok Bisa?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com