KOMPAS.com - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, berdasarkan data yang diketahui mengenai kasus cacar monyet di dunia saat ini, memang ada jenis cacar monyet yang membuat fatalitas berat dan rendah.
Budi mengungkapkan, Kemenkes belum mengetahui jenis cacar monyet yang masuk ke Indonesia, menyusul adanya seorang pria yang menderita cacar monyet paska pulang dari perjalanan luar negeri.
Namun, melihat penderita yang masih baik-baik saja, Budi meyakini bahwa cacar monyet yang masuk ke Indonesia adalah jenis yang tingkat fatalitasnya rendah.
Baca juga: Indonesia Impor 10.000 Vaksin Cacar Monyet, Kemenkes: Bukan Vaksin Cacar Air
“Sekarang sudah kita genome sequencing, kita belum tahu ini variannya yang mana, tapi kalau kita lihat dia (penderita) masih fine-fine (baik-baik ) saja, itu harusnya bukan yang fatal,” kata Budi dalam The 3rd G20 Health Working Group bertajuk “Expanding Global Manufacturing and Research Hubs for Pandemic, Prevention, Preparedness, and Response” secara virtual, Senin (22/8/2022).
Ia menambahkan, fatalitas akibat cacar monyet atau monkeypox relatif rendah dibandingkan Covid-19.
Sebab, menurut catatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dari 35.000 kasus cacar monyet di dunia, hanya 12 orang yang meninggal dunia.
Dia juga menggarisbawahi, pasien cacar monyet yang meninggal dunia kemungkinan disebabkan, karena infeksi pada paru-paru ataupun otak.
“Meninggalnya bukan karena virusnya (cacar monyet), karena di kulit ini kan enggak bisa bikin meninggal. Meninggalnya biasanya karena secondary infection,” kata Budi.
Baca juga: Cacar Monyet Diidentifikasi di Indonesia, Menkes Budi: Fatalitasnya Rendah
Budi menjelaskan, ada dua tipe cacar monyet yang diketahui saat ini adalah tipe monkeypox yang berasal dari Afrika Barat dan Afrika Tengah.
Biasanya kata Budi, cacar monyet yang menyebar di Eropa adalah jenis yang ringan alias jenis dengan tingkat fatalitas rendah.
Mengenai jenis-jenis cacar monyet ini, ahli epidemiologi dari Griffith University Australia Dicky Budiman turut bicara saat dihubungi terpisah oleh Kompas.com.
Dicky mengatakan, WHO pada pertengahan Agustus memang telah mengubah nama strain atau varian dari penyakit monkeypox ini.
Adapun, dua strain yang merupakan bagian monkeypox yaitu Clade I dan Clade II.
Clade I cacar monyet saat ini adalah Old Congo Basin. Sedangkan, Clade II (Old West Africa) dibagi atas dua subclade yaitu Clade IIa, dan Clade IIb .
“Jadi strain Old Congo Basin Variant, ini variannya yang paling ganas ya. Saat ini dinamai Clade I oleh Badan Kesehatan Dunia (WHo),” kata Dicky, Senin (22/8/2022).
“Sekali lagi yang paling dikhawatirkan karena memiliki case fatality rate yang tinggi adalah clade I, Old Congo Basin, yang asalnya di Afrika Tengah,” tambahnya.
Baca juga: Kasus Pertama Cacar Monyet di Indonesia, Ini Kronologi hingga Gejala yang Dialami
“Untungnya, berarti Clade II ini clade yang relatif lebih ringan, kematiannya di bawah 3 persen, bahkan bisa di bawah 1 persen bahkan,” ujarnya.
Dicky menyampaikan, meskipun saat ini belum diketahui secara pasti jenis varian cacar monyet yang mana yang masuk ke Indonesia, ia berharap varian cacar monyet yang menginfeksi pasien pertama di Indonesia adalah clade II, yang tidak ganas dan tidak menyebabkan fatalitas atau kematian yang tinggi.
Baca juga: Kasus Cacar Monyet Pertama di Indonesia, Perlukah Vaksinasi Monkeypox Massal Segera?
“Diketahui sebagai virus DNA, monkeypox ini lambat untuk bermutasi, butuh lama sekali karea lebih stabil dibandingkan coronavirus seperti SARS-CoV-2 yang menyebabkan Covid-19,” jelasnya.
Oleh karena itu, dia mengimbau masyarakat dan tenaga medis tidak perlu khawatir berlebihan. Utamanya ketika tetap patuh pada protokol kesehatan, menjaga diri dan badan, serta tidak bersentuhan fisik dengan penderita.
Baca juga: Kasus Cacar Monyet Pertama di Indonesia, Ini Imbauan Kemenkes
Menurut Budi, penularan melalui kontak fisik ini bisa dihindari. Sebab, penderita cacar monyet akan lebih mudah dikenali dengan adanya bintik-bintik merah di sekujur tubuh.
"Perawatannya saya bilang ke teman-teman tidak usah terlalu khawatir karena fatalitasnya rendah masuk ke rumah sakit. Dan meninggalnya bukan gara-gara virusnya ini, tapi gara-gara secondary infection yang terjadi karena infeksi di kulit," jelas Budi.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.