Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ma'rufin Sudibyo

Orang biasa saja yang gemar melihat bintang dan menekuri Bumi.

Setelah Peristiwa Jatuhnya Roket China di Indonesia

Kompas.com - 16/08/2022, 20:29 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Ma'rufin Sudibyo

Tingkat satu roket berat Long March–5B–Y3 jatuh di Indonesia, tepatnya pada bagian Kab. Sanggau (Kalimantan Barat) di dekat perbatasan Indonesia–Malaysia.

Peristiwa ini mengingatkan kembali kemampuan teknologi peroketan China. Dalam situasi dunia kiwari, Indonesia sebaiknya menempatkan diri mendayung di sela–sela karang.

Sembari sedapat mungkin, turut ‘memanen’ kemajuan teknologi peroketan China bagi kebutuhan teknologi antariksa negeri ini.

Peristiwa jatuh tak–terkontrol (uncontrolled reentry) roket Long March–5B–Y3 terjadi pada Sabtu 30 Juli 2022 jelang tengah malam waktu Indonesia.

Baca juga: Sampah Antariksa Milik RRT Jatuh di Samudra Hindia, Peneliti BRIN: Sempat Melewati Malaysia

Roket berat yang tercatat sebagai obyek nomor 53240 itu memasuki bagian teratas lapisan atmosfer yang lebih padat, yakni mulai ketinggian 120 km, di atas pulau Sumatera bagian selatan.

Kamera–langit bermedan pandang luas di kompleks Insitut Teknologi Sumatera (Itera) Lampung merekamnya mulai pukul 23:49 WIB. Demikian pula kamera sejenis di kompleks observatorium astronomi Itera (OAIL).

Obyek itu terekam sebagai obyek bercahaya laksana meteor–terang, walaupun lajunya lebih lambat.

Sejumlah saksi mata yang masih terjaga di kota Bandar Lampung dan sekitarnya menyaksikannya bergerak di langit utara ke timur laut.

Semula nampak sebagai titik tunggal cemerlang yang muncul di sekitar bintang Alderamin (magnitudo +2,5) di gugusan bintang Cepheus, sejurus kemudian berkembang menjadi beberapa titik cahaya laksana deretan gerbong kereta.

Pertanda terjadinya pemecahbelahan (fragmentasi) -- fenomena yang selalu dialami tiap benda langit apapun, alami maupun buatan manusia, yang mencoba masuk kembali ke atmosfer Bumi. Kecuali benda buatan manusia yang telah diperkuat tameng penyekat panas.

Lintasan obyek nomor 53240 membentang dari Lampung utara ke timur laut, melintasi propinsi Bangka dan Belitung hingga Kalimantan Barat.

Baca juga: Mengenal Roket CZ5B yang Puingnya Jatuh jadi Sampah Antariksa di Filipina

Tiada laporan saksi mata dari Bangka Belitung. Sebaliknya di kota Pontianak, beberapa saksi mata mendengar suara gemuruh di tengah hujan rintik–rintik.

Gemuruh itu bukanlah petir, melainkan dentuman sonik tatkala gelombang kejut yang menyertai jatuhnya sampah antariksa ini telah tiba di paras Bumi. Keping–keping obyek nomor 53240 melintas pada ketinggian 30 hingga 35 km di atas kota.

Gemuruh juga terdengar bagi sebagian penduduk desa Pengadang dan Kenaman. Dua desa kecil di Kab. Sanggau yang berdekatan dengan tapalbatas darat Indonesia–Malaysia.

Mereka juga menganggap gemuruh itu hanyalah petir.

Kehebohan meledak keesokan paginya, saat seorang penduduk Pengadang menemukan kepingan aneh di ladangnya.

Kepingan berbentuk separuh oval, yang diidentifikasi sebagai pecahan tabung bahan bakar atau tabung pengoksid roket Long March–5B.

Sore harinya giliran penduduk Kenaman menemukan kepingan logam berjalin heksagonal (honeycomb), yang khas untuk struktur roket.

Jarak dari proyeksi titik mulai terlihatnya kilatan cahaya dalam proses jatuhnya Long March–5B–Y3 di Lampung, hingga lokasi penemuan kepingan–kepingan roket di Kalimantan Barat adalah sekitar 750 km.

Hal ini menunjukkan, sampah antariksa tersebut memasuki atmosfer Bumi pada sudut sekitar 7 derajat, yang tipikal bagi benda–benda langit buatan manusia.

Baca juga: BRIN Sebut Sampah Antariksa yang Jatuh di Kalimantan Barat Tak Berbahaya

 

Teknologi Peroketan China

Long March–5B–Y3 adalah bagian dari roket angkut berat terkini yang dikembangkan China dalam upayanya mengeksploitasi langit.

China Academy of Launch Vehicle Technology (CALT) merancang Long March–5B sebagai roket berkemampuan super guna mengantar muatan berat ke orbit rendah Bumi (hingga setinggi 200 km).

Long March–5B hanya terdiri atas satu tingkat saja (panjang 33 meter) bermesin dua. Tingkat ini dilekati oleh 4 roket penggalak (booster) yang masing–masing juga bermesin dua.

Saat dinyalakan secara bersama–sama, kesepuluh mesin roket ini secara akumulatif menghasilkan daya dorong 1.000 ton (di paras Bumi).

Sangat cukup guna mendorong roket (bobot total 837,5 ton) dan muatan beratnya (bobot maksimal 25 ton) ke orbit rendah.

Baca juga: Catat Rekor Baru, Roket China Luncurkan 22 Satelit ke Luar Angkasa

Keempat roket penggalak pada dasarnya hanya dibutuhkan untuk membantu mengangkat seluruh bobot Long March–5B dari landasan peluncuran hingga ketinggian tertentu saja.

Setelah itu mereka terlepas, selagi roket melaju kian cepat. Hingga tiba di orbit tujuan dan melepaskan muatannya.

Long March–5B adalah bagian dari keluarga roket Long March–5 yang dikembangkan CALT untuk berbagai keperluan.

Guna mengirim muatan ke orbit geostasioner, terdapat Long March–5A dengan kapasitas muatan maksimum 14 ton. Sedangkan untuk mengirim taikonout ke Bulan, CALT telah merancang Long March–5D yang jauh lebih berdaya.

Dengan bobot total sekitar 2.200 ton, Long March–5D akan mampu mengirim muatan seberat 25 ton menuju ke Bulan.

Long March–5B–Y3 sendiri meluncur pada Minggu 24 Juli 2022 pukul 15:22 waktu China dari landasan peluncuran Wenchang di pulau Hainan.

Ia menggendong modul Wentian (23 ton) di hidungnya menuju ketinggian 200 km. Lalu motor roket internalnya mendorong ke ketinggian 385 km guna digandeng dengan modul Tianhe.

Modul Tianhe sendiri telah diluncurkan ke langit 3 bulan sebelumnya, melalui Long March–5B–Y2.

Tianhe dan Wentian merupakan bagian dari pembangunan stasiun antariksa Tiangong, bagian dari ambisi China mengeksploitasi antariksa.

Dibandingkan dengan roket–roket berat aktif lainnya seperti Ariane 5, Delta IV Heavy dan Proton–M, Long March–5B mampu mendorong muatan beratnya hanya dengan menggunakan satu tingkat saja.

Konsekuensinya tingkat tersebut turut masuk ke orbit transfer (saat melepaskan muatan), sehingga turut mengelilingi Bumi.

Setelah melepaskan muatan, statusnya berubah menjadi sampah antariksa berat. Sebaliknya pada roket–roket berat lainnya, tingkat satunya selalu dilepaskan sebelum tiba di ketinggian orbit transfer.

Sehingga, mereka jatuh kembali ke Bumi menyusuri lintasan balistik ke tempat–tempat yang telah ditentukan (umumnya di tengah laut).

Baca juga: Sampah Roket China Jatuh di Kalteng, Kenapa Lapan Tak Beri Peringatan?

 

Mendayung di Sela Karang

Jatuh tak–terkontrolnya roket tingkat satu Long March–5B–Y3 menggegerkan jagat peroketan.

Negara–negara yang selama ini berseberangan dengan China, yakni Amerika Serikat dan sekutunya, ramai–ramai melontarkan kecaman.

Fokusnya pada ulah China yang sengaja tidak menanam teknologi jatuh–terkendali bagi roket–roket beratnya.

Sehingga, setiap peluncuran roket Long March–5B akan memicu bahaya potensial bagi siapapun yang berada di antara garis lintang 41 LU hingga 41 LS.

Jatuhnya sampah antariksa dari roket berat China di daratan satu negara, bukanlah yang pertama kalinya.

Baca juga: Serpihan Roket China Jatuh di dekat Maladewa, Samudra Hindia

Dua tahun silam, kepingan–kepingan Long March–5B–Y1 juga menyirami wilayah Pantai Gading di Afrika.

Tapi kecaman itu tak bermakna, setelah beberapa saat kemudian giliran kepingan–kepingan roket tingkat atas roket Falcon 9 dari SpaceX ‘secara kebetulan’ menghujani daratan Australia.

Jadi pada dasarny,a baik China maupun para pengecamnya sama saja dalam urusan sampah antariksa.

Kecaman terhadap jatuh–tak terkontrolnya roket berat China lebih berdasarkan perspektif geopolitik dan geostrategi.

Long March–5B mendemonstrasikan kemajuan dan 'mengerikan'-nya teknologi peroketan China.

Meski saat ini hanya ditujukan untuk kepentingan sipil, mudah saja mengalihkannya bagi kepentingan militer.

Bilamana muatan berat Long March–5B digantikan multiple independent reentry vehicle (MIRV), maka roket berat ini akan berubah menjadi rudal balistik antar benua.

Rudal yang mampu melontarkan 40 hululedak nuklir ke langit. Di ketinggian 150–200 km, tiap hululedak akan mampu mengarahkan diri ke sasaran masing–masing.

Pada aras yang sama, China juga tidak dihinggapi sindroma Pearl Harbour. Sehingga, tidak mengharuskan rudal balistiknya meluncur sesegera mungkin setelah serangan.

Maka, opsi penggunaan bahan bakar dan pengoksid cair, yang lebih bertenaga namun lebih sulit disimpan, tetap terbuka.

Sebaliknya, sindroma Pearl Harbour membuat rudal–rudal balistik Amerika Serikat ditenagai oleh bahan bakar dan pengoksid padat, yang mudah disimpan tapi kurang bertenaga. Praktis teknologi Long March–5B mempertebal kemampuan nuklir China.

Long March–5B juga mempertegas keunikan sistem pertahanan China, sebagai sistem pertahanan yang tiada duanya.

Baca juga: Roket Long March China Jatuh Tak Terkendali ke Bumi, Apakah Berbahaya?

Lewat industri pertahanan mandiri yang nyaris sepenuhnya tidak terhubung dengan industri strategis di negara–negara lain dan didukung anggaran luar biasa besar, China mampu memenuhi kebutuhan alutsistanya dengan kuantitas dan kualitas memadai.

Dipayungi sistem politik yang relatif tertutup, mereka mampu membentuk doktrin pertahanannya sendiri tanpa khawatir disadap para pesaingnya. Terutama sejak 2014.

Kondisi ini tentu menggelisahkan Amerika Serikat, sebagai satu–satunya negara yang mengaku polisi dunia dalam tata dunia yang baru.

Bagi Indonesia, yang tak bermusuhan dengan negara manapun, agaknya doktrin hubungan luar negeri yang pernah digariskan Bung Hatta tetap dapat menjadi pedoman.

Mendayunglah di sela–sela karang. Tanpa perlu berlabuh pada salah satu karang.

Kemajuan teknologi China, yang sesungguhnya memulai riset peroketannya bebarengan dengan Indonesia di dekade 1960–an, menyajikan peluang yang perlu dipanen. Terutama bagi perkembangan teknologi antariksa bangsa ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com