Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 04/08/2022, 16:32 WIB


KOMPAS.com - Angka kematian atau mortalitas dan morbiditas penyakit jantung dan pembuluh darah atau penyakit kardiovaskuler masih tinggi. Hal ini menjadi salah satu tantangan bagi Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (Perki).

"Tantangan pertama yang dihadapi adalah masih tingginya angka morbiditas dan mortalitas dari penyakit kardiovaskular yang diperparah dengan munculnya emerging disease," ujar Ketua Umum Perki yang ke-19 pada 30 Juli 2022, yakni dr. Radityo Prakoso, SpJP(K), FIHA, FAPSIC, FAsCC dalam virtual press conference, Kamis (4/8/2022).

Dr. Radityo mengatakan, data terbaru Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa penyakit jantung koroner dan stroke masih menduduki peringkat pertama dan kedua penyebab kematian utama di dunia.

Adapun jumlah kematian akibat penyakit jantung ini secara global mencapai 18,6 juta orang setiap tahunnya.

Menurut dia, angka kematian tersebut diperkirakan akan terus meningkat menjadi 20,5 juta orang pada tahun 2020 dan 24,2 juta orang meninggal karena penyakit jantung pada tahun 2030.

Baca juga: Penyakit Jantung Dapat Menyerang Usia Muda, Ini Cara Mencegahnya 

Sementara di Indonesia, lanjut dr. Radityo, penyakit jantung dan stroke juga menduduki peringkat pertama dan penyebab kematian paling tinggi dengan membebani BPJS hingga Rp10 triliun.

"Tingginya angka morbiditas dan mortalitas ini membuat Perki akan bekerja sama dengan Kemenkes dalam mengawal Tranformasi Kesehatan di bidang layanan rujukan untuk cita-cita besar mewujudkan seluruh provinsi mampu pasang ring jantung dan bedah jantung terbuka," imbuh dr. Radityo, Ketua Umum ke-19 Perki.

Meningkatnya faktor penyebab penyakit jantung

Sekjen PP Perki dr. Oktavia Lilyasari, SpJP(K), FIHA menambahkan bahwa sebesar 80 persen penyakit jantung dan pembuluh darah ini dapat dicegah.

Terkait kondisi penyakit jantung di Indonesia, dr. Vivi mengatakan, adanya perubahan tren penyakit jantung yang dulunya terutama terjadi pada masyarakat dengan golongan sosial ekonomi menengah dan tinggi, tetapi sekarang mulai bergeser.

"Jadi bukan cuma orang dengan sosial ekonomi menengah dan tinggi saja yang kena sakit jantung, tetapi juga ada dari sosial ekonomi yang rendah," kata dr. Vivi.

Faktor peningkatan risiko penyakit jantung koroner lainnya, yakni adanya perubahan pola makan dan pola hidup. Selain itu, di Indonesia juga menghadapi penyakit jantung rema. Ini disebabkan adanya faktor penyakit infeksi, sanitasi, dan gizi buruk juga turut berperan dalam terjadinya penyakit jantung rematik.

Baca juga: Penyakit Jantung Koroner Bisa Dialami Usia Muda, Kenali Faktor Risiko dan Gejalanya

Ilustrasi pemeriksaan penyakit jantung koroner atau arteri koroner. Penyakit kardiovaskular. Ilustrasi pemeriksaan penyakit jantung koroner atau arteri koroner. Penyakit kardiovaskular.

Penyakit jantung bawaan juga masih menjadi masalah yang tinggi di Indonesia. Dr. Vivi mengatakan bahwa 80.000 bayi lahir dengan penyakit jantung bawaan (PJB) di Indonesia pada tahun 2018.

"Dan seperempat dari bayi-bayi tersebut lahir dengan penyakit jantung bawaan kritis," imbuh dr. Vivi.

Tantangan SDM spesialis penyakit jantung

Dalam virtual pers conference yang mengusung tema Peran Strategis Perki dalam Transformasi Kesehatan di Bidang Kardiovaskular (Jantung dan Pembuluh Darah) ini, dr. Radityo juga mengungkapkan tantangan lain yang dihadapi Perki sebagai organisasi yang berada langsung di bawah Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Tantangan itu yakni kendati perkembangan teknologi semakin pesat di era globalisasi ini, serta kemajuan transportasi, komunikasi, hingga perdagangan bebas telah menciptakan masalah baru.

Baca juga: Penyakit Jantung Bawaan Berisiko Sebabkan Hipertensi Paru, Bagaimana Bisa?

Peluang masuknya tenaga kesehatan spesialis penyakit jantung asing ke Indonesia mendorong Perki untuk dapat meningkatkan jumlah serta kualitas sumber daya manusia yakni dokter-dokter spesialis jantung di Tanah Air.

Jumlah pusat pendidikan dan pelatihan SpJP yang masih belum memadai di Indonesia turut memperbesar risiko bertambahnya tenaga asing yang akan masuk ke Indonesia.

"Untuk mengatasi tantangan ini, Perki akan bersinergi dengan Kemenkes untuk mewujudkan transformasi kesehatan di bidang sumber daya masyarakat (SDM) untuk mengakselerasi penambahan jumlah dokter umum, dokter spesialis jantung dan pembuluh darah, serta pendidikan berkelanjutan dan pelatihan-pelatihan di bidang kardiovaskular," imbuh dr. Radityo.

Dr. Radityo menambahkan, selain penambahan SDM secara kuantitas dan kualitas, akan didorong pula pemerataan spesialis penyakit jantung dan pembuluh darah di seluruh penjuru Tanah Air.

Baca juga: Penyakit Jantung Dikaitkan dengan Jam Sirkadian, Studi Jelaskan

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+