Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Mi Instan Terancam Naik, Bahan Baku Lokal Bisa Jadi Pilihan Pengganti Gandum

Kompas.com - 28/07/2022, 13:05 WIB
Zintan Prihatini,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Belum lama ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan kepada seluruh pihak agar mewaspadai pasokan pangan dan energi saat ini. Terlebih untuk komoditas gandum, lantaran Indonesia merupakan importir gandum.

Gandum sendiri merupakan bahan baku pembuatan makanan seperti roti ataupun mi instan.

Maka dari itu, Jokowi mewanti-wanti harga panganan tersebut berpotensi naik imbas konflik Rusia dan Ukraina. Padahal, keduanya merupakan penghasil gandum di pasar global.

“Ini hati-hati, yang suka makan roti, yang suka makan mi (instan), bisa harganya naik. Karena apa? Ada perang di Ukraina," kata Jokowi dikutip dari Antara, Jumat (8/7/2022).

Baca juga: Pentingnya Keragaman Pangan bagi Indonesia, Termasuk Lepas dari Ketergantungan Gandum

Berbeda dengan komoditas seperti minyak goreng, gandum bukan merupakan produk Indonesia, sehingga pemerintah tak bisa mengendalikan kenaikan harganya.

Manager Program Agroekosistem Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (Kehati), Renata Puji Sumedi Hanggarawati mengatakan, dengan adanya ancaman kenaikan harga mi instan, bahan baku ini sebenarnya bisa diganti dengan sumber pangan lokal.

"Indonesia 100 persen impor gandum. Gandum itu tidak ditanam di Indonesia, tetapi Indonesia punya sumber-sumber karbohidrat yang bisa digunakan sebagai tepung-tepungan," ujar Renata saat dihubungi Kompas.com, Selasa (26/7/2022).

Sumber bahan pangan itu, misalnya, tepung dari umbi-umbian, singkong, sorgum, ataupun jenis serelia lainnya.

"Kalau ngomongin gandum itu kan tepungnya, tepung yang sekarang itu diimpor 100 persen. Ketergantungan Indonesia sangat tinggi. Orang Indonesia kalau enggak makan gandum kayaknya enggak oke, lalu harga murah karena ada subsidi," imbuhnya. 

Baca juga: Berapa Kandungan Kalori dalam Mi Instan? Ini Faktanya

Menurut dia, hal yang perlu dilakukan ialah mengurangi konsumsi masyarakat terhadap gandum sebagai sumber pangan. Selain itu, pemanfaatan sumber pangan karbohidrat menjadi tepung sebanyak-banyaknya.

Sebagian besar masyarakat juga masih beranggapan, selain tepung terigu jenis tepung lain seperti tepung mocaf, tepung sorgum, dan tepung ganyong harganya relatif mahal.

"Tepung ganyong, tepung ubi ungu, tepung sukun, itu juga (disebut) mahal. Iya mahal karena jarang ditanam orang," terang Renata. 

Pemerintah, kata dia, telah membuat kebijakan agar perusahaan produsen mi instan yang menggunakan gandum diminta untuk memakai 10 persen tepung lokal.

"Artinya, sekarang saatnya kita kembali menggunakan sumber-sumber tadi. Tepung-tepung yang ada untuk mengurangi gandum," paparnya. 

Diakuinya, perubahan konsumsi masayrakat memang membutuhkan waktu yang panjang. Sehingga proses internalisasi perlu dimulai sejak dini. 

Baca juga: Mengandung Residu Pestisida, Mi Instan Indonesia Ditolak Masuk Taiwan

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com