Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fosil Tengkorak Manusia Purba Berusia 3,4 Juta Tahun Ditemukan di Goa Afrika Selatan

Kompas.com - 01/07/2022, 08:31 WIB
Mela Arnani,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi

Menurut dia, data yang dikumpulkan oleh timnya menunjukkan fosil-fosil sudah tua, jauh lebih tua dari dugaan para peneliti.

Para peneliti menentukan bahwa semua sedimen goa termasuk fosil Australopithecus berasal dari 3,4 juta-3,6 juta tahun lalu, yang menempatkannya pada awal era Australopithecus.

 

Baca juga: 12.000 Tahun Lalu, Manusia Purba Sudah Gunakan Alat Pancing Canggih Ini

Saat ini, fosil itu mendahului hominin lain di situs terdekat lebih dari satu juta tahun.

Banyak fosil Sterkfontein ditemukan di deposit terkaya fosil Australopithecus yang bisa dijumpai di mana pun di dunia.

Penelitian sebelumnya telah mengusulkan bahwa deposit tersebut mungkin berumur 2 juta tahun yang lalu, lebih muda dari asal genus Homo (Homo sapiens) yang pertama kali muncul sekitar 3 juta tahun lalu.

Hal ini menunjukkan bahwa Australopithecus tumpang tindih dengan anggota genus Homo, serta hominin bergigi besar yang disebut Paranthropus.

Berdasarkan pemikiran tersebut, sejauh ini para peneliti menyimpulkan bahwa Australopith Afrika Selatan merupakan keturunan dari spesies Afrika Timur, seperti Lucy dan anggota Australopithecus afarensis lainnya.

Baca juga: Manusia Purba yang Diduga sebagai Nenek Moyang Bangsa Indonesia

"Pasti ada nenek moyang yang lebih tua. Ini juga memberi lebih banyak waktu bagi spesies Afrika Selatan untuk berevolusi, dan membuka kembali diskusi tentang peran spesies Afrika Selatan menjadi hominin kemudian seperti Paranthropus," ujar Granger.

Direktur penelitian di goa dan profesor di Universitas Witwatersrand di Johannesburg Dominic Stratford mengungkapkan, menilai kembali usia Sterkfontein Australopith memiliki implikasi penting tentang bagaimana Afrika Selatan berperan dalam diversifikasi dan perluasan nenek moyang manusia purba.

Mengetahui usia sedimen

Untuk mengetahui sedimen, digunakan metode yang pertama kali dikembangkan pada pertengahan tahun 1990-an.

Saat ini metode itu masih digunakan oleh banyak peneliti di lapangan, yaitu nuklida kosmogenik, partikel radioaktif sangat langka yang dihasilkan di dalam butiran mineral oleh sinar kosmik yang datang dari luar angkasa.

Aluminium-26 dan berilium-10 adalah dua contoh nuklida kosmogenik, keduanya ditemukan dalam mineral kuarsa.

Baca juga: Periode Evolusi Bumi hingga Munculnya Manusia Purba

Aluminium-26 terbentuk ketika batu terkena sinar kosmik di permukaan bumi, tapi tidak bisa terjadi begitu berada di dalam goa.

"Pembusukan radioaktif mereka terjadi ketika batu-batu itu terkubur di goa saat jatuh di pintu masuk bersama dengan fosil-fosilnya," jelas Granger.

Sebelumnya, metode yang sama digunakan untuk menentukan umur fosil Little Foot.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com