Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 22/06/2022, 17:05 WIB
Zintan Prihatini,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Studi South East Asian Nutrition Surveys kedua (SEANUTS II), mencatat prevalensi anak stunted atau berperawakan pendek hingga obesitas masih tinggi.

Para peneliti menemukan prevalensi kasus stunted pada anak-anak di wilayah Jawa dan Sumatera mencapai 28,4 persen. Artinya, satu di antara 3,5 anak di wilayah tersebut memiliki perawakan pendek.

"Kita lihat status gizi anak yang (umurnya) kurang dari 5 tahun (daerah Jawa dan Sumatera), ternyata masih tetap tinggi prevalensi stunted-nya," ujar peneliti SEANUTS II Indonesia, Dr dr Dian Novita Chandra, M.Gizi, dalam Media Launch SEANUTS II yang digelar di Jakarta, Selasa (21/6/2022).

"Jadi memang untuk stunted masih tinggi di atas 20 persen, dan laki-laki lebih tinggi (angkanya) dari perempuan," sambungnya.

Baca juga: Sering Dianggap Kondisi yang Sama, Ketahui Perbedaan Pendek dan Stunting pada Anak

Jika dilihat berdasarkan area tempat tinggal, kata dia, angka anak yang pendek di pedesaan lebih tinggi dibanding di perkotaan.

Selain masalah perawakan pendek, tim peneliti juga menyoroti kelebihan berat badan dan obesitas pada anak-anak.

Hampir 15 persen anak usia 7 sampai 12 tahun dilaporkan mengalami kelebihan berat badan serta obesitas. Angka ini lebih tinggi dibandingkan anak berusia di bawah 5 tahun yang prevalensinya sekitar 2 persen.

Kemudian, ditemukan pula sebanyak 19,5 persen anak usia 6 bulan sampai 12 tahun mengalami anemia.

Tim peneliti berkata, studi SEANUTS II memberikan gambaran bahwa permasalahan anak berperawakan pendek dan anemia, menjadi permasalahan kesehatan terutama pada anak-anak yang berusia lebih muda.

Namun, pada anak yang berusia lebih tua prevalensi kelebihan berat badan dan obesitas lebih tinggi dibandingkan stunted.

Kurangnya asupan nutrisi harian pada anak

Salah satu faktor yang menyebabkan kondisi tersebut ialah karena masih belum terpenuhinya asupan nutrisi seperti vitamin dan mineral, yang direkomendasikan untuk tumbuh kembang anak.

Setidaknya, dari total 306 anak (15 persen dari keseluruhan subjek) usia 6 bulan hingga 12 tahun yang dianalisis, 21,4 persen di antaranya mengalami defisiensi zat besi. Lalu, defisiensi seng sebesar 15, 4 persen, dan defisiensi vitamin A berat hingga 4,8 persen.

Sebanyak 1,7 persen anak juga tercatat mengalami defisiensi vitamin A ringan, serta 1 persen di antaranya defisiensi vitamin D.

"Defisiensi zat besi masih menjadi masalah, anemia, dan (asupan) seng masih menjadi masalah," tutur Dian.

Baca juga: Angka Stunting Naik, Bagaimana Strategi untuk Menurunkannya?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com